Sejarah Ilmu Qiro'at
Qiro'at ini ditetapkan berdasarkan sanad-sanad yang sampai ke Rosulullah.
Jadi ia bukan
ijtihad pribadi dari para imam ahli qiro'at, melainkan itu mereka terima dari Rosulullah melalui sanad masing-masing. Masing-masing imam ahli qiro'at ini mengikuti bacaan para shohabat ridhwanullahi ‘alaihim ajma’in, yang mereka terima dari Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam.
Pembahasan tentang sejarah dan perkembangan ilmu qiro’at ini dimulai dengan adanya perbedaan pendapat tentang waktu mulai diturunkannya qiro’at. Ada dua pendapat tentang hal ini;
Pertama, qiro'at mulai diturunkan di Mekkah bersamadengan diturunnya Al-Qur'an. Alasannya adalah sebagian besar surat-surat Al-Qur'an adalah Makkiyah di mana terdapat juga di dalamnya qiro'at sebagaimana yang terdapat pada surat-surat Madaniyah.
Kedua, qiro'at mulai diturunkan di Madinah sesudah peristiwa hijroh, di mana orang –orang yang masuk islam sudah banyak dan saling berbeda ungkapan bahasa arob dan dialeknya. Pendapat ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Muslim, An-Nasa’i, turmudzi, Abu Daud Dan Malik bersumber dari Umar bin Khottob r.a. Periwayatan dan talaqqi (guru membaca dan murid mengikuti bacaannya). Para shohabat berbeda-beda ketika menerima qiro'at dari Rosulullah SAW. Ketika Utsman mengirimkan mushaf-mushaf ke berbagai kota islam, beliau menyertakan orang yang sesuai qiro'atnya dengan mushaf tersebut.
Dalam “Thobaqot Al-Qurro”, Adz-Dzahabi menyebutkan bahwa shohabat yang terkenal sebagai ahli qiroat Al-Qur’an ada tujuh, yaitu: ‘Utsman bin Affan, ‘Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab, Zaid ibn Tsabit, Abu Darda, Ibn Mas’ud, dan Abu Musa Al-Asy’ari. Beliau juga menyebutkan bahwa sekelompok shahabat mempelajari qiro'at dari Ubay, misalnya Abu Hurairoh, Ibn ‘Abbas, dan ‘Abdullah ibn Saib. Ibnu ‘Abbas juga belajar dari Zaid bin Tsabit.(Mana’ Kholil Al-Qottan: 247-248). Kemudian kepada para shohabat itulah sejumlah besar tabi’in di setiap negeri mempelajari qiro'at.
Di antara tabi’in yang tinggal di Madinah adalah Ibnul Musayyab, ‘Urwah, Salim, ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz, Sulaiman bin Yasar, ‘Atho bin Yasar, Mu’adz Al-Qori, ‘Abdurrohman bin Hurmuz Al-A’roj, Ibnu Syihab Az-Zuhri, Muslim bin Jundab, dan Zaid bin Aslam.
Tabi’in yang tinggal di Makkah adalah ‘Ubaid ibn ‘Umair, ‘Atho bin Abi Robah, Thowus, Mujahid, ‘Ikrimah, dan Ibnu Abi Malikah.
Tabi’in yang tinggal di Kufah adalah ‘Alqamah, Al-Aswad, Masruq, ‘Ubaidah, ‘Amr bin Syurahbil, Al-Harits ibn Qoys, ‘Amr bin Maymun, Abu ‘Abdirrohman As-Sulami, Sa’id bin Jubair, An-Nakho’i, dan Asy-Sya’bi.
Tabi’in yang tinggal di Bashroh adalah Abu ‘Aliyah, Abu Roja, Nashr bin ‘Ashim, Yahyabin Ya’mar, Al-Hasan, Ibn Sirin, dan Qatadah.
Tabi’in yang tinggal di Syam adalah Al-Mughiroh bin Abi Syihab Al-Makhzumi, murid ‘Utsman, dan Kholifah bin Sa’ad, murid Abu Darda.
Kemudian di masa seratus tahun pertama hijriah, di masa tabi’in, sejumlah ulama mencurahkan tenaga dan perhatiannya terhadap masalah qiro'at secara sempurna, dan menjadikannya sebagai disiplin ilmu tersendiri, sehingga mereka menjadi imam ahli qiro'at yang diikuti dan dipercaya.
Dari generasi ini juga dan generasi setelahnya, muncul tujuh imam ahli qiro'at yang paling terkenal di seluruh dunia, dan dari merekalah dinisbahkan qiro'at Al-Qur’an hingga saat ini. Mereka adalah Abu ‘Amr, Nafi’, ‘Ashim, Hamzah, Al-Kisai, Ibn ‘Amir, dan Ibn Katsir. (Al-itqon: 72-73)
Qiro'at itu bukanlah tujuh huruf, menurut pendapat yang paling kuat,meskipun kesamaan bilangan diantara keduanya mengesankan demikian. Sebab qiro'at hanya merupakan madzab bacaan qur’an para imam yang secara ijma’ masih tetap eksis dan digunakan umat hingga kini dan sumbernya adalah perbedaan langgam, pengucapan dan sifatnya, seperti tafkhim, tarqiq, imalah, idghom, izhhar, isyba’, mad, qashor, tasydid, takhfif, dan lain sebagainya. Namun semua qiro'at ini hanya berkisar pada satu huruf saja, yaitu huruf Quraisy. Sebenarnya imam ahli qiro'ah Al-Qur’an banyak jumlahnya. Namun kemudian ia mengerucut hanya pada tujuh atau sepuluh nama. Ini terjadi karena banyaknya orang yang meriwayatkan qiro'at dari mereka, dan tidak pada selain mereka. Kemudian generasi berikutnya membatasi jumlah imam ahli qiro'ah yang mereka ikuti, yang mereka anggap bacaannya sesuai dengan khoth dalam mushaf, sehingga memudahkan mereka dalam menghafal dan membacanya.
Para Imam Qiro'at
1. Imam Nāfi’
2.Imam Ibnu Katsīr
3. Imam Abu ‘Amr
4.Imam Ibnu ‘Āmir
5. Imam ‘Āṣhim
6. Imam Ḥamzah
7. Imam al-Kisā’i
1. Imam Nāfi’
Imam nafi` berasal dari Asfahan namun beliau tumbuh besar dan menetap hingga wafatnya di Madinah pada tahun 169 H nama lengkap Beliau adalah Abu Ruwaim Nāfi’ bin ‘Abdurrohman bin Abi Nu'aim al-Laithi. Dari segi fisik, beliau memiliki tipikal kulit hitam legam, namun memancarkan aura wajah yang menawan serta budi pekerti yang luhur penuh wibawa. (Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Uthman bin Qaimar Ad-Dhahabi: 1997: 64) Perawi Imam Nāfi’adalah Imam Qōlūn dan Imam Warsyi.
2.Imam Ibnu Katsīr
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abdullah bin Zaddān bin Fairuz bin Hurmuz. Dilahirkan pada tahun 45 H dan beliau wafat pada tahun 120 H di kota Makkah. Secara fisik, Imam Ibnu Kathīr ini memiliki fisik yang tinggi, berisi, gelap kulitnya, putih rambut dan jenggotnya. Seringkali rambutnya disemir dengan ḥinā’. Ibnu katsir termasuk sebagai tabi’in periode awal yang tinggal di Makkah maka beliau pernah berjumpa dengan beberapa sahabat nabi di antaranya adalah Abdullah bin Zubair, Abu Ayyūb Al-Anṣhori, Abdullah bin al-Sāib al-Makhzūmi, Anas bin Mālik, Mujāhid bin Jabir dan Darbas budak pembantu Ibnu Abbās beliau juga meriwayatkan hadits dari mereka.(‘Abdul Fattāḥ Al-Qādhi: 2022: 21-22) Perawi Imam Ibnu Katsir adalah Imam Al-Bazzi dan Imam Qunbul. (Muhammad Ali Sho-Shobuni: 62)
3. Imam Abu ‘Amr
Beliau bernama Zabbān bin al-Alā’ bin ‘Ammār bin al-‘Uryān bin Abdullah bin al-Husain bin al-Harits bin Jalhamah. Ia dikenal dengan sebutan al-Imām as-Sayyīd Abu ‘Amr At-Tamīmī al-Māzīni al-Baṣri lahir di Makkah tahun 70 H. Dalam beberapa riwayat pada tahun 68 H. (Ahmad bin Muhammad bin Ibrohim al-Barmaki: 466) Beliau tumbuh besar di Makkah dan belajar guru juga belajar di Madinah. Setelah itu beliau berpindah ke Baṣroh, kemudian menetap di sana hingga menjadi imam dan panutan masyarakat Baṣroh. (‘Abdul Fattāḥ al-Qādhi: 26) Setelah mengabdi dan berkhidmat kepada Al-Qur’an dan qiro’atnya, beliau wafat di Kufah pada tahun 154 H menurut kebanyakan ahli sejarah, umurnya mendekati 90 tahun. yang menjadi perawi Imam Abu Amr adalah Imam al-Duuri dan Imam As-Susi (Muhammad Ali Asho-Shobuni: 63)
4.Imam Ibnu ‘Āmir
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin ‘Āmir bin Yazīd bin Tamīm bin Robī’ah Al-Yaḥṣabi. Beliau lahir di Balqo’ pada tahun 21 H, beberapa riwayat pada tahun 28 H. (Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimar al-Dhahabi: 2004: 188) Imam Ibnu ‘Amir al-Shāmi belajar al-Qur’an pada, Al-Mughīroh bin Shihāb Al-Makhzūmi, Al-Makhzumi belajar kepada ‘Utsman bin Affan dari Nabi Muhammad ṣallallāhu alayhi wasallam, Abu Darda’ R.A, Fadholah bin ‘Ubaid, Mu’āwiyah bin Abi Sufyān, Wāthilah bin al-Asqa’. (‘Ali bin Muhammad bin ‘Abdu al-Ṣamad al-Sakhawi: 1997: 509) Setelah mengabdikan dirinya pada Al-Qur’an, beliau meninggal di kota Damaskus pada hari Asyura’ di tahun 118 H yang menjadi perawi Imam Ibnu Amir adalah Imam Hisyam dan Imam Ibnu Dzakwan. (Muhammad Ali al Shabuni, Al-Tibyan Fi Ulum Al-Qur`an: 61-62)
5. Imam ‘Āṣhim
Nama lengkapnya adalah ‘Aṣim bin Abi al-Najūd al-Asadi. Nama panggilannya (kuniyah) Abu Bakar, ada yang mengatakan Abi Najūd. Beliau wafat di Kuffah pada tahun 128 H. Beliau belajar ilmu al-Qur’an dan qiro’ah kepada tiga orang guru, yaitu Abu Abdurrahman al-Sullami, Zirr bin Ḥubaish, Sa’ad bin Ilyās al-Shaibāni, Ḥārits bin Ḥassān al-Bakri, Rifā’ah bin Yatsribi At-Tamīmi yang menjadi perawi Imam Asim adalah Imam Hafs dan Imam Syu`bah.
6. Imam Ḥamzah
Nama beliau adalah Ḥamzah bin Ḥabib bin ‘Imāroh dijuluki Aba ‘Imāroh. Beliau dikenal dengan Az-Zayyāt karena beliau adalah pedagang yang membawa minyak dari Kufah ke Ḥulwan dan dari Hulwan membawa keju dan kelapa. Beliau membaca al-Qur’an kepada Sulaimān Al-A’mash, ‘Amr Ash-shobī’i, Ja’far Ṣhodīq bin Muhammad al-Bāqir, Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila dan Ḥumron bin A’īn. Imām Ḥamzah meninggal dunia pada tahun 156 H di Hulwan Iraq. Ibnu Mujāhid memilih dua rowi dari Ḥamzah: Kholaf bin Hisham dan Khalad bin Khalid.
7. Imam al-Kisā’i
Nama beliau adalah Abu al-Hasan ‘Ali bin Ḥamzah bin ‘Abdillah bin Bahman bin Fairūz Al-Asady Al-Kisā’i Al-Kufiy. Dijuluki Al-Kisā’i karena memakai baju ihrom di desa Al-Kisā’. Beliau dilahirkan pada tahun 120 H. (Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman bin Qoimāz Adz-Dzahabi: 72) Beliau berguru kepada Ḥamzah Az-Zayyāt, Muhammad bin Abi Lailiy, ‘Isa bin ‘Amr Al- Hamdaniy, Abu Bakar bin ‘Iyāsh, Ismā’il dan Ya’qūb mereka berdua adalah anak Ja’far dari Nāfi’, ‘Abdurrohman bin Abi Ḥammad, Abi Ḥīwah Shorīh bin Yazīd, Al-Mufadhil bin Muhammad Adh-Dhobiy, Zāidah bin Qodāmah dari Al-A’mash dan al-Kholil bin Ahmad. Al-Kisā’i meninggal pada tahun 189 H di Ranbawaih salah satu desa di Al-Royya ketika hendak pergi ke Khurosan bersama Harūn Ar-Roshīd kholifah pada masa ‘Abasiyah. Ibnu Mujāhid menetapkan dua rowi dari Al-Kisā’i: Abu al-Ḥārits dan Abu ‘Amr Ad-Dūriy. (Taufiq Ibrahim Dhamroh: 2012: 9-10)
Kaidah bacaan pada Juz 1 (Surat Al-Baqarah ayat 1-141) antara riwayat Hafs dan Warsy
Dalam juz 1 surat Al-Baqoroh yaitu dari ayat 1 sampai dengan ayat 141, terdapat sekitar 30 kaidah yang berbeda antara riwayat Hafs dan riwayat Warsyi. Perbedaan bacaan tersebut, diantaranya:
1. Mad
Jaiz Munfashil
2. Mad
Wajib Muttashil
3. Mad
Badal yang dibaca 3 wajah
4. Hamzah
Sukun(ibdal hamzah dengan wawu)
5. Ro’ Tarqiq
6. Mim
Sukun 7. Naql alif lam
8. Naql pada tanwin yang bertemu hamzah
9. Naql pada nun sukun bertemu
hamzah
10. Dua hamzah
11. Taqlil
12. Taghlidz
13. Lafadz
Ash-Sholata
14. Taqlil “al-Kafirin”
15. Taqlil “al-Huda”
16. Taqlil (fathah da taqlil) lafad “Musa”
Perbedaan bacaan Imam Hafs dan Warsy
Ilmu qirā’ah baru menjadi disiplin ilmu tersendiri dimulai pada abad ke-3 H. Ilmu qirā’ah pertama kali dipelopori oleh Abu ‘Ubaid al-Qāsim bin Salam. Selanjutnya disusul oleh Abu Bakar Ahmad bin Musa bin al ‘Abbās bin Mujāhid al-Tamīmi al-Baghdādi yang melakukan “pembatasan” varian bacaan qirā’ah hanya pada 7 Qari’ dengan meletakkan syarat-syarat qirā’ah yang sahih dan membedakannya dengan qirā’ah yang syadh.
Di antara 7 imam yang disepakati oleh para ulama masing masing meiliki 2 perawi dan diantaranya adalah Warsy yang meriwayatkan dari imam Nafi` dan juga Hafs dari imam Asim. Kedua jalur periwayatan berkembang di daerah yang berbeda seperti bacaan imam Hafs dari imam Asim yang berkembang di Indonesia dan Mesir sedangkan bacaan Warsy dari imam Nafi` yang berkembang di Maroko dan al jazair kedua perawi tentu akan memliki beberapa perbedaaan dalam bacaaannya. Dalam hal ini akan kami sajikan beberapa perbedaaan qiraat dari kedua perawi diatas.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ, الۤمّۤ ۚ, ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ, الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ۙ, وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ, اُولٰۤىِٕكَ عَلٰى هُدًى مِّنْ رَّبِّهِمْ ۙ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ, اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا سَوَاۤءٌ عَلَيْهِمْ ءَاَنْذَرْتَهُمْ اَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ, خَتَمَ اللّٰهُ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ وَعَلٰى سَمْعِهِمْ ۗ وَعَلٰٓى اَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَّلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ, وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّقُوْلُ اٰمَنَّا بِاللّٰهِ وَبِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِيْنَۘ, يُخٰدِعُوْنَ اللّٰهَ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ۚ وَمَا يَخْدَعُوْنَ اِلَّآ اَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُوْنَۗ, فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌۙ فَزَادَهُمُ اللّٰهُ مَرَضًاۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ ۢ ەۙ بِمَا كَانُوْا يَكْذِبُوْنَ, وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِۙ قَالُوْٓا اِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُوْنَ, اَلَآ اِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُوْنَ وَلٰكِنْ لَّا يَشْعُرُوْنَ, وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ اٰمِنُوْا كَمَآ اٰمَنَ النَّاسُ قَالُوْٓا اَنُؤْمِنُ كَمَآ اٰمَنَ السُّفَهَاۤءُ ۗ اَلَآ اِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاۤءُ وَلٰكِنْ لَّا يَعْلَمُوْنَ, وَاِذَا لَقُوا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قَالُوْٓا اٰمَنَّا ۚ وَاِذَا خَلَوْا اِلٰى شَيٰطِيْنِهِمْ ۙ قَالُوْٓا اِنَّا مَعَكُمْ ۙاِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِءُوْنَ
REFERENSI
Mana’ Khalil al-Qattan, Mabahits Fi ‘Ulum al-Quran, cet.12 hal 247-248
Al itqan, jilid 1, hal 72-73
Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Uthman bin Qaimar al-Dhahabi, Ma’rifah al-
Qurrā’ al-Kibār, (Ttp: Daar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1997), 64.
‘Abdul Fattāḥ al-Qādhi, Tārikh al-Qurrā’ al-‘Asharah, (Mesir: al-Maktabah al-Azhāriyah li
al-Turāth, 2002), 21-22.
Muhammad Ali al
Shabuni, Al-Tibyan Fi Ulum Al-Qur`an,.... 62.
Ahmad bin Muhammad
bin Ibrahim al-Barmaki, Wafāyāt al-A’yān, jilid III(Beirut: Dār
Ṣādir, Tth), 466.
‘Abdul Fattāḥ al-Qādhi, Tārikh al-Qurrā’ al-‘Asharah, ....26.
‘Ibid, 28.
Muhammad Ali al
Shabuni, Al-Tibyan Fi Ulum Al-Qur`an,63.
Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Uthman bin Qaimar al-Dhahabi, Tahdzīb al-
Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, jilid jilid jilid V
(Ttp: al-Fārūq al-Ḥadīthah,
2004),188.
‘Ali bin Muhammad bin ‘Abdu al-Ṣamad al-Sakhawi, Jamāl al-Qurrā’ wa Kamāl al-Iqra’,
jilid I(Beirut: Dār al-Ma’mūn li al-Turāth, 1997),509.
Ibid, jilid I:49.
Muhammad Ali al
Shabuni, Al-Tibyan Fi Ulum Al-Qur`an,.... 61.
Muhammad Ali al
Shabuni, Al-Tibyan Fi Ulum Al-Qur`an, 62.
Ibid
63.
Muhammad bin Ahmad bin ‘Uthman bin Qaimāz al-Dzahabi, Ma’rifah al-Qurrā’ al-Kibār
‘Ala al-Ṫabaqāt wa al-A’ṣār, jilid I....72.
Taufiq Ibrahim Dhamrah, Ghayah Ridhā’i Fī Qiraati al-Kisā’i,
(Kairo: Dār Ibnu Kathīr,
2012), 9-10.
Jumlah Ayat Alquran
Beberapa ulama memiliki perbedaan cara dalam menghitung ayat Alqur'an. Paling tidak, terdapat 7 mazhab yang diikuti terkait hitungan jumlah ayat kitab suci umat Islam ini. Semuanya sepakat bahwa bilangan ayat Alquran lebih dari 6.200 ayat, namun berapa lebihnya, mereka berbeda pendapat. Ketujuh mazhab tersebut adalah
1) Al-Madani Al-Awwal. Ayat Alqur'an berjumlah 6.217 atau 6.214. Dalam beberapa versi cetak, jumlah yang banyak diikuti adalah 6.214 ayat.
2) Al-Madani al-Akhir. Ayat Alquran berjumlah 6.214. Meski terdapat kesamaan hitungan jumlah ayat Alqur'an dengan pendapat kedua Al-Madani al-Awwal, namun tetap terdapat perbedaan antara keduanya dalam perincian penentuan ayat.
3) Al-Makki. Ayat Alqur'an berjumlah 6.220.
4) Asy-Syami. Ayat Alqur'an berjumlah 6.226.
5) Al-Kufi. Ayat Alqur'an berjumlah 6.236. Hitungan Al-Kufi inilah yang diikuti oleh cetakan Alqur'an di Indonesia, dan seluruh cetakan Alqur'an di dunia yang menggunakan riwayat Hafs dari Imam ‘Asim.
6) Al-Basri. Ayat Alqur'an berjumlah 6.205.
7) Al-Himsi. Ayat Alqur'an berjumlah 6.232.
Beda Hitungan Ayat
Adanya perbedaan bukan berarti hitungan yang lebih banyak telah menambah ayat, atau sebaliknya yang lebih sedikit telah menguranginya; bukan demikian. Perbedaan terjadi karena cara penghitungan yang berbeda dari masing-masing mazhab.
Penghitungan ayat Alqur'an didasarkan dari bacaan Rosulullah saw yang didengar oleh para Sahabat Nabi. Lalu, bacaan tersebut diajarkan secara berkesinambungan (estafet) oleh para sahabat kepada generasi berikutnya.
Dalam hal mendengar bacaan, ketika Nabi berhenti pada beberapa kata tertentu, muncullah perbedaan pemahaman di antara yang mendengarkan; apakah Nabi sekedar waqof, atau berhentinya tersebut disebabkan karena akhir ayat. Di sinilah letak perbedaannya.
Sebagai contoh sederhana, ketika Rasulullah membaca: alif lam mim, zalikal kitabu la raiba fih, hudal lilmuttaqin; maka apakah ketika berhenti pada alif lam mim itu, Nabi sekedar berhenti (waqaf sejenak), atau itu merupakan akhir ayat. Di sinilah ulama berbeda.
Al-Kufi menganggap, itu merupakan ayat tersendiri. Sementara yang lain menganggap itu sekedar berhenti untuk waqaf. Sehingga, Al-Kufi menghitung alif lam mim ayat 1, dan zalikal kitabu la raiba fih, hudal lilmuttaqin ayat 2. Sedang ulama lainnya, menghitung alif lam mim, zalikal kitabu la raiba fih, hudal lilmuttaqin menjadi ayat 1.
Perbedaan juga terjadi pada cara hitung ayat Surat Al Fatihah. Ulama sepakat bahwa surah Al-Fatihah terdiri dari 7 ayat. Namun, mereka berbeda pendapat dalam menentukan ayat-ayatnya.
Perbedaan terletak pada basmalah, apakah merupakan bagian dari surah Al-Fatihah atau tidak? Karenanya, kadang ada imam shalat yang membaca surah Al-Fatihah dimulai dengan basmalah, dan ada juga yang langsung memulai dengan hamdalah.
Al-Kufi berpendapat bahwa basmalah adalah bagian dari Surah Al-Fatihah. Basmalah adalah ayat pertama dan ayat ketujuah dari Surah Al-Fatihah adalah "siratal lazina an’amta ‘alaihim gairil magdubi ‘alaihim walad dallin".
Sementara pendapat lain mengatakan, basmalah bukan termasuk bagian dari Surah Al-Fatihah. Basmalah yang termasuk ayat Alquran hanya terdapat pada QS. An-Naml [27] ayat ke 30. Sehingga, ayat pertama Surah Al-Fatihah ialah hamdalah (al-hamdu lillahi rabbil ‘alamin). Ayat keenamnya adalah siratal lazina an’amta ‘alaihim. Dan ayat ketujuh, gairil magdubi ‘alaihim walad dallin.
Bila dikaitkan dengan Ilmu Waqaf dan Ibtida’, bagi yang mengikuti pendapat Al-Kufi, maka berhenti pada siratal lazina an’amta ‘alaihim termasuk kategori waqaf yang tidak sempurna. Sebab, kalimat berikutnya merupakan penjelasan (na'at) dari allazina an’amta ‘alaihim. Karena itu, dalam Mushaf Al-Quran Indonesia, pada lafaz ‘alaihim yang pertama di ayat ketujuh, dibubuhkan tanda “lam alif” kecil di atas huruf terakhir pada akhir penggalan ayat. Itu berfungsi mengisyaratkan bahwa tidak boleh waqaf. Selain itu, ditambahkan pula tanda bulatan seperti huruf hijaiyah “ha” untuk menandakan bahwa pada lafaz ‘alaihim terdapat perbedaan penghitungan ayat.
Adapun bagi yang mengikuti pendapat siratal lazina an’amta ‘alaihim sebagai ayat tersendiri (ayat ke-6), maka berhenti pada ‘alaihim termasuk waqaf hasan, karena berhenti pada akhir ayat, meskipun masih terkait dengan ayat berikutnya.
Contoh lain dapat dilihat pada Ayat Kursi. Dalam hitungan Al-Kufi, Ayat Kursi terdapat pada Al-Baqarah ayat 255. Dalam hitungan al-Madani al-Awwal, Ayat Kursi adalah ayat 253 Surah Al-Baqarah. Sementara dalam hitungan Al-Madani Al-Akhir, itu terdapat pada ayat 253 dan 254 (menjadi dua ayat) Surat Al-Baqarah.
Referensi Hitungan Ayat
Mandhumah Nadhimah az-Zuhr fi ‘Addi Ayi as-Suwar, karya Asy-Syathibi (w. 590 H);
Basyir al-Yusri Syarh Nadhimah az-Zuhr, Mandhumah al-Fara’id al-Hisan fi ‘Addi Ayi al-Qur’an,
Nafa’is al-Bayan Syarh al-Fara’id al-Hisan fi ‘Addi Ayi al-Qur’an,
‘Abdul Fattah ‘Abdul Ghani al-Qadli.
Kitabu ‘Adadi Ayi al-Qur’an, karya Abul Hasan ‘Ali Muhammad bin Isma’il bin Bisyr at-Tamimi al-Anthaki (w. 377 H),
6.666 Ayat
Hitungan angka 6.666 dapat ditemukan dalam beberapa keterangan, antara lain
Nihayatuz-Zain fi Irsyadil-Mubtadi’in (DKI Lebanon, t.th. cet. ke-1/36) karya Syekh Nawawi al-Bantani (w. 1316 H/1897 M)
At-Tafsir al-Munir fil-‘Aqidah wasy-Syari’ah wal-Manhaj, (Dar al-Fikr 2003, jilid 1/45) karya Wahbah az-Zuhaily dalam kitabnya
Pastinya, hitungan 6.666 tersebut tidak dimaksudkan menunjuk pada urutan jumlah ayat Alquran. Sebab, jumlah ayat Alquran merujuk pada 7 pendapat di atas. Dalam keterangan Syekh Nawawi dan Syekh Wahbah diketahui bahwa jumlah 6.666 tersebut dimaksudkan untuk menunjuk kandungan ayat Alquran.
Adapun rinciannya adalah sebagai berikut; al-amr (perintah) berjumlah 1000, an-nahy (larangan) berjumlah 1000, al-wa’d (janji) berjumlah 1000, al-wa’id (ancaman) berjumlah 1000, al-qasas wal-akhbar (kisah-kisah dan informasi) berjumlah 1000, al-ibr wal-amtsal (pelajaran dan perumpamaan) berjumlah 1000, al-haram wal halal (halal dan haram) berjumlah 500, ad-du’a (doa) berjumlah 100, dan an-nasikh wal-mansukh (nasikh mansukh) berjumlah 66.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar