Sabtu, 02 November 2024

metode penafsian al-qu'an

Ali Imran 3: [7] 

هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ مِنْهُ اٰيٰتٌ مُّحْكَمٰتٌ هُنَّ اُمُّ الْكِتٰبِ وَاُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ ۗ فَاَمَّا الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاۤءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاۤءَ تَأْوِيْلِهٖۚ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهٗٓ اِلَّا اللّٰهُ ۘوَالرَّاسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ اٰمَنَّا بِهٖۙ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۚ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَابِ

Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (Al-Qur'an) dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (Al-Qur'an), semuanya dari sisi Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal.

surrat yusuf 2-3

الۤرٰ ۗ تِلْكَ اٰيٰتُ الْكِتٰبِ الْمُبِيْنِۗ اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ قُرْاٰنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ

Alif Lam Ra. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur'an) yang jelas. Sesungguhnya Kami menurunkannya sebagai Qur'an berbahasa Arab, agar kamu mengerti.

QS. Ar-Ra'd: 37

وَكَذٰلِكَ اَنْزَلْنٰهُ حُكْمًا عَرَبِيًّاۗ وَلَىِٕنِ اتَّبَعْتَ اَهْوَاۤءَهُمْ بَعْدَمَا جَاۤءَكَ مِنَ الْعِلْمِۙ مَا لَكَ مِنَ اللّٰهِ مِنْ وَّلِيٍّ وَّلَا وَاقٍ ࣖ

Dan demikianlah Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. Sekiranya engkau mengikuti keinginan mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka tidak ada yang melindungi dan yang menolong engkau dari (siksaan) Allah.

QS. Thaha: 113

وَكَذٰلِكَ اَنْزَلْنٰهُ قُرْاٰنًا عَرَبِيًّا وَّصَرَّفْنَا فِيْهِ مِنَ الْوَعِيْدِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ اَوْ يُحْدِثُ لَهُمْ ذِكْرًا

Dan demikianlah Kami menurunkan Al-Qur'an dalam bahasa Arab, dan Kami telah menjelaskan berulang-ulang di dalamnya sebagian dari ancaman, agar mereka bertakwa, atau agar (Al-Qur'an) itu memberi pengajaran bagi mereka.

QS. As-Syu'ara: 192-195

وَاِنَّهٗ لَتَنْزِيْلُ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ ۗ(192)نَزَلَ بِهِ الرُّوْحُ الْاَمِيْنُ ۙ(193)عَلٰى قَلْبِكَ لِتَكُوْنَ مِنَ الْمُنْذِرِيْنَ ۙ(194)بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُّبِيْنٍ ۗ(195)

Dan sungguh, (Al-Qur'an) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan seluruh alam,192

 Yang dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril),193

ke dalam hatimu (Muhammad) agar engkau termasuk orang yang memberi peringatan,194

dengan bahasa Arab yang jelas.195

Surat Ibrahim Ayat 4

وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهٖ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ ۗفَيُضِلُّ اللّٰهُ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, agar dia dapat memberi penjelasan kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dia Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.

QS. An-Nahl: 103

وَلَقَدْ نَعْلَمُ اَنَّهُمْ يَقُوْلُوْنَ اِنَّمَا يُعَلِّمُهٗ بَشَرٌۗ لِسَانُ الَّذِيْ يُلْحِدُوْنَ اِلَيْهِ اَعْجَمِيٌّ وَّهٰذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُّبِيْنٌ

Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, “Sesungguhnya Al-Qur'an itu hanya diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad).” Bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa Muhammad belajar) kepadanya adalah bahasa ‘Ajam, padahal ini (Al-Qur'an) adalah dalam bahasa Arab yang jelas.

Surat Ta Ha Ayat 28

يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ ۖ

agar mereka mengerti perkataanku,

Q.S an-Nahl [16]: 89

وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ شَهِيْدًا عَلَيْهِمْ مِّنْ اَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيْدًا عَلٰى هٰٓؤُلَاۤءِۗ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ ࣖ

Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami bangkitkan pada setiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan engkau (Muhammad) menjadi saksi atas mereka. Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (Muslim).

QS. Al-Baqarah: 185

هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).”

QS. Al-Qamar: 17

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْاٰنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُّدَّكِرٍ

Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?

QS. An-Nisaa: 82

اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ ۗ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللّٰهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلَافًا كَثِيْرًا

Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur'an? Sekiranya (Al-Qur'an) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya.

QS. Shaad: 29

كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ مُبٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوْٓا اٰيٰتِهٖ وَلِيَتَذَكَّرَ اُولُوا الْاَلْبَابِ

Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.

Sebagai pedoman al-Qur’an harus dipahami secara tepat dan benar. Upaya untuk memhami al-Qur’an telah dilakukan oleh umat manusia pada setiap zaman, terutama oleh para mufassir. Hal ini kemudian melahirkan metodologi tafsir al-Qur’an yang terdiri dari beragam jenis metode tafsir. Artikel ini membahas tentang empat jenis metode tafsir al-Aqur’an. Keempat metode itu adalah metode tafsir ijmali (global), metode tafsir tahlili (analitik), metode tafsir maudhu’i (tematik), dan metode tafsir muqaran (komparatif)

PENGERTIAN METODE TAFSIR 

Kata metode berasal dari bahasa yunani “methodos” yang berarti “cara atau jalan”. Dalam bahasa Inggris kata ini ditulis “method” dan bahasa Arab menerjemahkannya dengan “thariqat” dan “manaj”. Dan dalam pemakaian bahasa indonesia kata tersebut mengandung arti: “cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”

Kata Tafsir berasal dari bahasa arab, yaitu fassaara, yufassiru, tafsiron yang berarti penjelasan, pemahaman, dan perincian. Selain itu, tafsir dapat pula berarti Al idlah wa altabiyin, yaitu penjelasan dan keterangan. Menurut Imam Al-Zarqhoni mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan Al-Qur'an baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai yang dikehendaki Allah Swt menurut kadar kesanggupan manusia.Menurut Imam Al-Zarqhoni mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan Al-Qur'an baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai yang dikehendaki Allah Swt menurut kadar kesanggupan manusia. Selanjutnya Abu Hayan, sebagaimana dikutip As-sayuthi, mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang didalamnya terdapat pembahasan mengenai cara mengucapkan lafal-lafal Al-Qur'an disertai makna serta hukumhukum yang terkandung didalamnya. Sedangkan metodologi tafsir adalah sebuah ilmu yang mengajarkan kepada orang yang mempelajarinya untuk menggunakan metode tersebut dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'an.

1. AL-TAFSIR AL-TAHLILY (ANALISIS) 

Kata tahlili berasal dari bahasa arab halalla-yuhalillu-tahlilan yang berarti mengurai atau menganalisa. Tafsir tahlili ialah menafsirkan al-Qur’an berbasarkan susunan ayat dan surat yang terdapat dalam mushaf. Seorang mufassir, dengan menggunakan metode ini menganalisis setiap kosa kata atau lafal dari aspek bahasa dan makna. Analisis dari aspek bahasa meliputi keindahan susunan kalimat ijasz, badi’, ma’ani, bayan, haqiqat, majaz, kinayah, isti’arah. Dan dari aspek makna meliputi sasaran yang dituju oleh ayat, hukum, aqidah, moral, perintah, larangan, relevansi ayat sebelum dan sesudahnya, hikmah dan lain sebagainya. Selanjutnya metode Tahlili merupakan metode tafsir al-Quran yang dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran dilakukan dengan cara urut dan tertib ayat dan surah sesuai dengan urutan yang terdapat dalam mushaf, yakni dimulai dari surat al-Fatihah, al-Baqarah, Ali Imran dan seterusnya hingga surat an-Nas. Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa metode tafsir tahlili merupakan penafsiran ayat al-Quran dengan cara berurutan sesuai urutan surah yang ada pada al-Quran, dengan cara menganalisis dari semua aspek, baik dari segi kosa kata, lafal dari aspek bahasa, serta makna. Dibandingkan dengan metode tafsir lainnya, metode tahlily adalah metode paling lama. Tafsir ini berasal sejak masa para sahabat Nabi Saw. Pada mulanya terdiri dari tafsiran atas beberapa ayat saja, yang kadang-kadang mencakup penjelasan mengenai kosakatanya saja. Dalam penjalanan waktu, para ulama tafsir merasakan kebutuhan adanya tafsir yang mencakup seluruh isi alQuran. Oleh karena itu akhir abad ke-3 dan pada awal abad ke-4 H (10 M), ahli tafsir ibnu majah, al-Thabari mengkaji seluruh isi alQuran dan membuat model-model paling maju dari tafsir tahlily ini. 

Adapun kelebihan dari metode tafsir tahlily ini adalah: 

a) Ruang lingkupnya luas b) Dapat memuat berbagai macam ide 

Sedangkan kelemahan dari metode tafsir yahlily ini adalah: 

a) Menjadikan petunjuk al-Quran parsial (bagian-bagian). b) Melahirkan penafsiran yang subjektif. c) Kajiannya tidak mendalam. 

Berbagai aspek yang dianggap perlu oleh seorang mufasir tahlily di uraikan, yang tahapan kerjanya yaitu dimulai dari: 

1. Bermula dari kosakata yang terdapat pada setiap ayat yang akan ditafsirkan sebagaimana urutan dalam al-Quran, mulai dari surah al-Fatihah hingga surah an-Nass. 2. Menjelaskan asbab an-Nuzul ayat ini dengan menggunakan keterangan yang diberikan oleh hadist (bir Riwayah). 3. Menjelaskan munasabah atau hubungan ayat yang ditafsirkan dengan ayat sebelumnya atau sesudahnya.4. Menjelaskan makna yang terkandung pada setiap potongan ayat dengan menggunakan keterangan yang ada pada ayat lain, atau dengan menggunakan hadis Rasulullah Saw atau dengan mengguanakan penalaran rasional atau berbagai disiplin ilmu sebagai sebuah pendekatan. 5. Menarik kesimpulan dari ayat tersebut yang berkenaan dengan hukum mengenai suatu masalah, atau lainnya sesuai dengan kandungan ayat tersebut. 

Di antara buku tafsir yang menggunakan metode tahlili adalah: 1. Al-Quthubi 2. Ibnu Katsir 3. Tafsir Ibnu Jarir

2. AL-TAFSIR AL-IJMALIY (GLOBAL) 

Secara harfiah, kata ijmali berasal dari kata ajmala yang berarti menyebutkan sesuatu secara tidak terperinci. Kata Ijamali secara bahasa artinya ringkasan, ikhtisarm global, dan penjumlahan. Tafsir ijmali adalah penafsiran al-Quran yang dialakukan dengan cara mengemukakan isi kandungan al-Quran melalui pembahasan yang bersifat umum (global), tampa uraian apalagi pembahasan yang panjang dan luas, juga tidak dilakukan secara rinci. Dengan metode ini, mufasir berupaya menjelaskan makna-makna al-Quran dengan uraian singkat dan yang mudah. Sehingga dipahami oleh semua orang, mulai dari orang yang berpengatahuan sekedarnya sampai orang berpengetahuan luas. Dengan metode ini, mufassir berupaya pula menafsirkan kosa kata al-Quran dengan kosa kata yang berada didalam al-Quran sendiri, sehingga para pembaca melihat uraian tafsirnya tidak jauh dari konteks al-Quran, tidak keluar dari muatan makna yang terkandung dalam alQuran. Secara garis besar metode tafsir inti tidak berbeda dengan metode medel pendekatan analisis. Letak perbedaannya yang menonjol pada aspek wawasannya. Kalau metode analisis operasional penafsirannya tampak hingga mendetail, sedangkan metode global tidak. Uraian penjelasannya lebih ringkas, sederhana dan tidak berbelitbelit. Ciri-ciri yang nampak pada metode ijmali adalah mufassirya langsung menafsirkan al-Quran dari awal sampai akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul. 

Adapun kelebihan dari metode ijmali ini antara lain: a) Praktis dan mudah difahami b) Bebas dari penafsiran israiliyat c) Akrab dengan bahasa al-Qur’an 

Kekurangan-kekurangan dari metode ijmali ini antara lain: a) menjadikan petunjuk al-Quran bersifat parsial (terbagi tapi tidak mendalam). b) Tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memedai. Adapun sistematika dalam penulisan tafsir model ini mengikuti susunan ayat-ayat al-Quran. Selain itu mufassir juga mengkaji dan menyajikan dan menyajikan sebab turunnya ayat melalui penelitian dengan menggunakan hadis-hadis yang terkait. Tafsir ijamali biasanya, menjelaskan makna ayat secara berurutan, ayat demi ayat dan surah demi surah sesuai dengan urutan mushaf usmani. 

Adapun kitab-kitab tafsir dengan metode ijmalii adalah: 1. Tafsir al-Jalalain, karya jalal al-Din al-Sayuthi dan jalal al-Din alMahalli. 2. Shofwah al-Bayan lima’ani al-Quran, karya Sheikh Husnain Muhamma Mukhlaut. 3. Tafsir al-Quran Azhim, karya Ustadz Muhammad Farid Majdy.

3. AL-TAFSIR AL-MUQARAN (PERBANDINGAN/KOMPARASI) 

Secara harfiah, muqaran berarti membandingkan. Secara istilah, tafsir muqaran berarti suatu metode atau teknik menafsirkan al-Quran dengan cara membandingkan pendapat seorang mufassir dengan mufassir lainnya mengenai tafsir sejulah ayat. Tafsir muqaran yaitu membandingkan suatu ayat dengan ayat lainnya, atau perbandingan antaua ayat dengan hadis. Yang diperbandingkan itu adalah ayat dengan ayat atau ayat dengan hadis. Nasharuddin baidah berpendapat bahwa tafsir muqaran adalah menafsirkan sekelompok ayat al-Quran atau suatu surat tertentu denan cara membandingkan antara ayat dengan ayat dengan ayat atau surah dengan hadis, atau antara pendapat ulama dengan ulama tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari objek yang membandingkan. 

Ada beberapa tahap yang dilalui dalam menggunakan metode tafsir muqaran yang membandingkan tafsir para ulama tersebut, yaitu: a. Menentukan sejumlah ayat yang akan ditafsirkan. b. Mengumpulkan dan mengemukakan pendapat para ulama tafsir mengenai pengertian ayat tersebut. c. Melakukan analisis perbandingan terhadap pendapat-pendapat para mufassir dengan menjelaskan corak penafsirannya. Apakah bercorak bi al-ma’tsur, bi ra’yu dan lain sebagainya. d. Menentukan sikap dengan menerima penafsiran yang dinilai benar dan menolak penafsiran yang tidak dapat diterimanyaa. Hal ini tentu saja dengan mengemukakan sejumlah argumen kenapa ia mendukung suatu tafsir dan menolak yang lainnya. Tafsir muqaran memiliki kelebihan yaitu, bersifar objektif, kritis dan berwawasan luas. 

Sedangkan kelemahannya antara lain terletak pada kenyataannya bahwa metode tafsir muqaran tidak bisa di gunakan untuk menafsirkan semua ayat al-Quran seperti halnya pada tafsir ijmali dan tahlili. Sedangkan pendapat lain juga mengelompokkan kelebihan dan kekurangan dari metode ini, 

adapun kelebihannya antara lain: a) Memberikan wawasan penafsiran yang relative lebih luas bagi para pembaca dari metode-metode lain. b) Membuka pintu untuk bersikap toleran atas pendapat-pendapat yang berbeda mengenai suatu permasalahan. c) Mendorong seorang penafsir untuk mengkaji penafsiran-penafsiran ulama lain mengenai suatu ayat ataupun dalam suatu permasalahan. 

Sedangkan kekurangannya antara lain: a) Penafsiran dengan metode ini tidak cocok untuk pemula. b) Penafsirannya kurang dapat memecahkan permasalahan yang ada ataupun sedang dihadapi. c) Cenderung hanya melihat penafsiran-penafsiran ulama terdahulu sehingga tidak mengahasilkan penafsiran-penafsiran baru. 

Objek kajian tafsir ini dikelompokan menjadi tiga: 1. Perbandingan ayat al-Quran dengan ayat lain Mufassir membandingkan ayat al-Quran dengan ayat lain, yaitu ayat-ayat yang memiliki persamaan dengan redaksi dalam dua atau lebih masalah atau kasus yang diduga sama. Objek kajian tafsir ini hanya terletak pada persoalan redaksi ayat-ayat al-Quran bukan dalam bidang makna. 2. Perbandingan ayat al-Quran dengan Hadis Dalam melakukan perbandingan ayat al-Quran dengan hadis yang terkesan berbeda atau bertentangan ini, langkah pertama yang harus ditempuh adalah menentukan nilai hadis yang akan diperbandingkan dengan ayat al-Quran. Hadis itu haruslah shahih. Hadits dhaif tidak dibandingkan karena disamping nilai otentitasnya rendah, dia justru semakin tertolak karena pertentangannya dengan ayat al-Quran. Setelah itu mufassir melakukan analisis terhadap latar belakang terjadinya perbedaan atau pertentangan antara keduanya. 3. Perbandingan penafsiran mufassir dengan mufassir lain. Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran tertentu ditemukan adanya perbedaan diantara hasil ijtihad, latar belakang sejarah, wawasan, dan sudut pandang masing-masing. Sedangkan dalam hal perbedaan penafsiran mufasir yang satu dengan yang lain, mufassir berusaha mencari, mengali, menemukan, dan mencari titik temu diantara perbedaan-perbedaan itu apabila mungkin, dan mentarjih salah satu pendapat setelah membahas kualitas argumentasi masing-masing.

4. AL-TAFSIR AL-MAUDLU’I (TEMATIK) 

Tafsir maudhu’i yaitu menafsirkan al-Quran dengan langkahlangkah tertentu yang dimulai dengan menentukan topik sampai memberikan kesimpulan atau jawaban akhir bagi permasalahan yang dibahas. Arti dari kata maudhu’i adalah topik atau materi suatu pembicaraan atau pembahasan secara tematik. Jadi tafsir al-Maudhu’i adalah tafsir yang membahas masalah-masalah al-Quran yang memiliki kesatuuann makna atau tujuan dengan cara menghimpun ayat-ayatnya yang bisa juga disebut dengan metode tauhidi (kesatuan) untuk kemudian melakukan penalaran (analisis) terhadap isi kandungannya serta menghubung-hubungkannya antara satu dengan yang lain. 

Langkah-langkah metode tafsir maudhu’i adalah sebagai berikut: 1. Menetapkan maslah yang akan dibahas (topik) 2. Menghimpun ayat yang berkaitan dengan mmasalah tersebut. 3. Mengurutkan tertib, sebab turunnya ayat berdasarkan masaturunnya. 4. Mempelajari penafsiran al-Quran yang telah dihimpun. 5. Kemudian mufassir mengarahkan pembahasan kepada metode tafsir ijmali dalam memaparkan berbagai pemikiran. 6. Membahas unsur-unsur dan makna-makna serta mengkaitkannya sedemikian rupa berdasarkan metode ilmiah yang sistematis. 7. Memaparkan kesimpulan tentang hakikat jawaban al-Quran terhadap topik permasalahan yang dibahas.

Sebagian kitab-kitab tafsir yang memakai metode maudhu’i antara lain sebagai berikut: 1. Karya Syeikh Mahmud Syaltut. 2. Karya Ustadz Abbas Mahmud al-‘Aqqad. 3. Karya Ustadz al-A’la al-Maududy. 4. Karya Ustadz Muhammad Abu Zahrah. 5. Karya Dr. Ahmad Kamal Mahdy. 

Adapun kelebihan/keistimewaan dari metode tafsir maudhu’i antara lain: a. Menghindari problem atau kelemahan metode lain. b. Menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadis, satu cara terbaik dalam menafsirkan al-Quran. c. Kesimpulan yang mudah dipahami. d. Metode ini memungkinkan seorang untuk menolak anggapan adanya ayat-ayat yang bertentangan dalam al-Quran. e. Menjawab tantangan zaman f. Praktis dan sistematis g. Dinamis 

Selain kelebihan diatas, metode tafsir maudhu’i mempunyai kekurangan yakni: a. Memenggal ayat al-quran. b. Membatasi pemahaman ayat.

1. Ilmu Lughat. (filologi)

Yaitu ilmu untuk mengetahui arti setiap kata Al-Qur'an. Mujahid RA berkata: "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka tidak layak baginya berkomentar tentang tentang ayat-ayat Al-Qur'an tanpa mengetahui ilmu lugat. Sedikit pengetahuan tentang lughat tidaklah cukup karena kadang kala satu kata mengandung berbagai arti. Jika hanya mengetahui satu atau dua arti, tidaklah cukup. Bisa jadi kata itu mempunyai arti dan maksud yang berbeda. 

Berikut ini adalah kitab-kitab balaghah dan diiwaan 

2. Ilmu Nahwu (tata bahasa). 

Sangat penting mengetahui ilmu Nahwu, karena sedikit saja i'rab hanya didapat dalam ilmu Nahwu. 

3. Ilmu Sharaf (perubahan bentuk kata). 

Mengetahui ilmu Sharaf sangat penting, karena perubahan sedikit bentuk suatu kata akan mengubah maknanya. Ibnu Faris berkata, "jika seseorang tidak mempunyai ilmu sharaf, berarti ia telah kehilangan banyak hal." Dalam Ujubatut Tafsir, Syeikh Zamakhsyari menulis bahwa ada seseorang yang menerjemahkan ayat Al-Qur'an yang berbunyi: {يَوْمَ نَدْعُوْا كُلَّ أُنَاسٍ بِامَامِهِم} "(ingatlah) pada suatu hari (yang pada hari itu) Kami panggil setiap umat dengan pemimpinnya." (Surah Al Isra [17]: 71). Karena ketidaktahuannya tentang ilmu Sharaf, ia menerjemahkan ayat itu seperti ini: "Pada hari ketika manusia dipanggil dengan ibu-ibu mereka." Ia mengira bahwa kata 'imaam (pemimpin) yang merupakan bentuk mufrad (tunggal) adalah bentuk memahami ilmu sharaf, tidak mungkin akan mengartikan 'imaam sebagai ibu-ibu. 

4. Ilmu Isytiqaq (akar kata). 

Mengetahui ilmu isytiqaq akan dapat diketahui asal-usul kata. Ada beberapa kata yang berasal dari dua kata yang berbeda, sehingga berbeda makna. Seperti kata 'masih' berasal dari kata 'masah' yang artinya menyentuh atau menggerakkan tangan yang basah ke atas suatu benda, atau juga berasal dari kata 'masahat' yang berarti ukuran. 

5. Ilmu Ma'ani. 

Ilmu ini sangat penting diketahui, karena dengan ilmu ini susunan kalimat dapat diketahui dengan melihat maknanya. 

https://ia903106.us.archive.org/22/items/etaoin/Terjemah%20Jauhar%20Maknun.pdf

6. Ilmu Bayaan. 

Yaitu ilmu yang mempelajari makna kata yang zahir dan yang tersembunyi, juga mempelajari kiasan serta permisalan kata. 

7. Ilmu Badi'. 

Ilmu yang mempelajari keindahan bahasa. Ketiga bidang ilmu di atas juga disebut sebagai cabang ilmu Balaghah yang sangat penting dimiliki oleh para ahli tafsir. Al-Qur'an adalah mukjizat yang agung, maka dengan ilmu-ilmu di atas, kemukjizatan Al-Qur'an dapat diketahui. 

8. Ilmu Qira'at. 

Ilmu ini sangat penting dipelajari, karena perbedaan bacaan dapat mengubah makna ayat. Ilmu ini membantu menentukan makna paling tepat di antara makna-makna suatu kata. 

9. Ilmu Aqa’id. 

Ilmu yang mempelajari dasar-dasar keimanan. Kadangkala ada satu ayat yang arti zahirnya tidak mungkin diperuntukkan bagi Allah. Untuk memahaminya diperlukan takwil ayat itu, seperti ayat yang berbunyi: {يدق الله فوق إيديهم} "Tangan Allah di atas tangan mereka." (Surah Al Fath [48]: 10) 

10. Ushul Fiqih. 

Mempelajari ilmu ushul fiqih sangat penting, karena dengan ilmu ini kita dapat mengambil dalil dan menggali hukum dari suatu ayat. 

11. Ilmu Asbabun-Nuzul. 

Yaitu ilmu untuk mengetahui sebab-musabab turunnya ayat, sehingga suatu ayat mudah dipahami. Kadangkala maksud suatu ayat itu bergantung pada asbabun nuzul-nya. 

12. Ilmu Nasikh Mansukh. 

Ilmu ini mempelajari suatu hukum yang sudah dihapus dan hukum yang masih tetap berlaku. 

13. Ilmu Fiqih. 

Ilmu ini mengkaji hukum-hukum syariat secara rinci dan akan mudah mengetahui hukum secara global. 

14. Ilmu Hadis. 

Ilmu ini perlu dikuasai untuk mengetahui hadis-hadis yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an. 

15. Ilmu Wahbi. 

Ilmu khusus yang diberikan kepada Allah kepada hamba-Nya yang istimewa, sebagaimana sabda Nabi SAW: "Barangsiapa mengamalkan apa yang ia ketahui, maka Allah Ta'ala akan memberikan kepadanya ilmu yang tidak ia ketahui".

tafsir bir ra’yi (penafsiran menggunakan akal).

والمراد بالرأى هنا "الاجتهاد" وعليه فالتفسير بالرأى عبارة عن تفسير القرآن بالاجتهاد بعد معرفة المفسِّر لكلام العرب ومناحيهم فى القول، ومعرفته للألفاظ العربية ووجوه دلالاتها، واستعانته فى ذلك بالشعر الجاهلة ووقوفه على أسباب النزول، ومعرفت بالناسخ والمنسوخ من آيات القرآن، وغير ذلك من الأدوات التى يحتاج إليها المفسِّر

“Dan yang dimaksud dengan bir ra’yi di sini adalah ijtihad. Definisi tafsir bir-ra’yi adalah bentuk ijtihad menafsirkan al-Qur’an yang dilandasi dengan pengetahuan mufasir terhadap ungkapan orang arab dan kecenderungan ucapan mereka, penguasaan kosakata bahasa arab dan pemakaiannya, pengetahuan atas syi’ir jahili, sebab turunnya ayat, bentuk-bentuk penyalinan dalam ayat al-Qur’an, dan ilmu-ilmu yang lain yang dibutuhkan oleh seorang mufasir,”
Golongan radikal ini termasuk Ibnu Taimiyah menolak tafsir bir ra’yi khususnya pada penafsiran ulama Ahlu Sunnah wal Jama’ah terhadap ayat-ayat yang mutasyabihat (samar maknanya). Contoh :
الرحمن على العرش استوى
“Allah, Dzat Maha Penyayang istiwa’ pada ‘Arsy”(Qs.)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar