Rabu, 06 November 2024

Adzan

 

Adzan merupakan salah satu ajaran agama yang agung. Menurut bahasa, adzan berarti mengumumkan sesuatu. Kata adzan pun termaktub dalam ayat Alquran. Di antaranya QS al-Anbiyaa: 109

فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ اٰذَنْتُكُمْ عَلٰى سَوَاۤءٍۗ وَاِنْ اَدْرِيْٓ اَقَرِيْبٌ اَمْ بَعِيْدٌ مَّا تُوْعَدُوْنَ
Maka jika mereka berpaling, maka katakanlah (Muhammad), “Aku telah menyampaikan kepadamu (ajaran) yang sama (antara kita) dan aku tidak tahu apakah yang diancamkan kepadamu itu sudah dekat atau masih jauh.”

Al-Ma'idah 58

وَاِذَا نَادَيْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ اتَّخَذُوْهَا هُزُوًا وَّلَعِبًا ۗذٰلِكَ بِاَ نَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُوْنَ

Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (melaksanakan) salat, mereka menjadikannya bahan ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka orang-orang yang tidak mengerti.

QS a-Taubah:3

وَاَذَانٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖٓ اِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الْاَكْبَرِ اَنَّ اللّٰهَ بَرِيْۤءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِيْنَ ەۙ وَرَسُوْلُهٗ ۗفَاِنْ تُبْتُمْ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۚ وَاِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوْٓا اَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِى اللّٰهِ ۗوَبَشِّرِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِعَذَابٍ اَلِيْمٍۙ

Dan satu maklumat (pemberitahuan) dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih,

QS al-Jumuah: 9

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jum‘at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

QS Fushshilat: 33

وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَآ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَّقَالَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?”

Azan merupakan tanda bahwa waktu salat telah tiba. Azan juga pertama kali disyariatkan di Madinah pada tahun ke-1 H. walaupun ada juga beberapa sumber yang mengatakan disyariatkan di Makkah. Akan tetapi, pendapat yang sahih adalah di Madinah. Ini berdasarkan kejadian saat Nabi Muhammad saw. berkumpul dengan sahabat untuk melaksanakan salat setelah hijrah ke Madinah.

Adapun awal disyariatkannya terjadi pada tahun pertama hijriyah. Diriwayatkan dalam hadits Ibnu Umar yang berbunyi:

كَانَ الْمُسْلِمُونَ حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ يَجْتَمِعُونَ فَيَتَحَيَّنُونَ الصَّلاةَ لَيْسَ يُنَادَى لَهَا فَتَكَلَّمُوا يَوْمًا فِي ذَلِكَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ اتَّخِذُوا نَاقُوسًا مِثْلَ نَاقُوسِ النَّصَارَى وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ بُوقًا مِثْلَ قَرْنِ الْيَهُودِ فَقَالَ عُمَرُ أَوَلاَ تَبْعَثُونَ رَجُلاً يُنَادِي بِالصَّلاَةِ فَقَالَ رَسُولُ الهَِn يَا بِلاَلُ قُمْ فَنَادِ بِالصَّلاَةِ

“Kaum muslimin ketika datang ke Madinah berkumpul, lalu memperkirakan waktu shalat tanpa ada yang menyerunya. (Hingga) pada suatu hari, mereka berbincang-bincang tentang hal itu. Sebagian mereka berkata “gunakan saja lonceng seperti lonceng Nashara” dan sebagian menyatakan “gunakan saja terompet seperti terompet Yahudi”

Pernah suatu hari para sahabat berkumpul untuk menunggu waktu salat. Perkumpulan itu mereka lakukan karena tidak ada pemberitahuan bahwa waktu salat telah tiba. Ketika Nabi Muhammad saw. datang, di antara mereka ada yang bertanya  kepada beliau, “Bagaimana ini, ya, Rasulullah? Ada sebagian dari kami yang tidak tahu bahwa waktu salat telah tiba karena tidak semua ikut berkumpul di masjid.”

Ketika Nabi Muhammad saw. sedang mencari jalan keluar permasalahan tersebut, tiba-tiba ada seseorang yang mengusulkan, “Bagaimana jika kita menggunakan lonceng?” Nabi Muhammad saw. langsung menjawab tidak setuju karena itu perbuatan kaum Nasrani. Kemudian ada yang berpendapat lagi, “Bagaimana jika kita menggunakan trompet?” Nabi Muhammad saw. menjawab, “Itu cara kaum Yahudi.c Rekomendasi yang ketiga juga tidak diterima oleh Nabi Muhammad saw. karena seperti perbuatan kaum Majusi, yaitu dengan cara menghidupkan api di tempat yang paling tinggi supaya orang melihatnya. Pada akhirnya, pertanda datangnya waktu salat belum ditemukan sama sekali.

Di dalam kitab Tahzib Sirah Ibnu Hisyam karya Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad saw. ketika datang ke Madinah, para sahabat berkumpul kepada beliau untuk melaksanakan salat karena penandanya belum ada. Kemudian, Nabi Muhammad saw. memiliki keinginan membuat penanda waktu salat telah tiba dengan menggunakan alat suara seperti punya orang Yahudi, tetapi beliau tidak menyukainya. Pada akhirnya, para sahabat yang ikut berkumpul bersama Nabi Muhammad saw. itu kembali ke rumah masing-masing.

Seorang sahabat bernama Abdullah bin Zaid bermimpi melihat seseorang laki-laki yang memakai baju hijau membawa lonceng mengelilinginya, riwayat lain ada yang  mengatakan bahwa laki-laki itu membawa trompet. Kemudian Abdullah bin Zaid  bertanya: “Ya, Abdallah, apakah kamu menjual lonceng ini?” Laki-laki tersebut balik bertanya, “Apa yang engkau lakukan terhadap lonceng ini?” Abdullah bin Zaid menjawab, “Aku akan menggunakannya untuk penanda bahwa waktu salat telah tiba.” Laki-laki tersebut berkata, “Maukah kamu aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik dari lonceng?” Abdullah bin Zaid menjawab, “Apakah itu?” Kemudian laki-laki yang berpakaian hijau mengatakan, “Ucapkanlah Allahu akbar 2x, Asyhadu alla ilaha illallah 2x, Asyhadu anna Muhammadar rasulullah 2x, Hayya ‘alash shalat 2x, Hayya ‘alal falah 2x, Allahu Akbar 2x, Lailahaillallah.”

Ketika waktu pagi telah tiba, sahabat Abdullah bin Zaid datang menemui Nabi Muhammad saw. ingin menceritakan tentang mimpinya, lalu beliau membenarkan mimpi yang dialami oleh Abdullah bin Zaid. Kemudian Nabi Muhammad saw. memerintahkan sahabat Abdullah bin Zaid menemui Bilal bin Rabah agar mengajarinya persis seperti yang ia mimpikan. Karena Bilal bin Rabah mempunyai suara yang sangat bagus dan lantang, ketika sahabat Bilal bin Rabah mengumandangkan azan yang pertama kali di Madinah, terdengarlah oleh sahabat Umar bin Khattab yang sedang berada di dalam rumahnya, lalu keluarlah Umar ingin menemui Nabi Muhammad saw. dan mengatakan bahwa ia juga pernah bermimpi tentang lafaz azan yang dikumandangkan sahabat Bilal bin Rabah.

Namun, ada versi lain mengenai sejarah azan di dalam kitab Musnad Al-Bazar karya Abu Bakar Al-Bazar, dijelaskan menurut salah satu riwayat dari Ali bin Abi Thalib, “Suatu ketika Allah Swt. hendak mengajarkan azan kepada Nabi Muhammad saw. dengan mengutus malaikat Jibril untuk menjemput Nabi Muhammad saw. dengan kendaraannya yang bernama Burak. Tetapi, tiba-tiba Burak merasa keberatan ketika malaikat Jibril hendak mengendarainya dan malaikat Jibril pun berkata, “Tenanglah Burak, kamu tidak akan dinaiki kecuali oleh orang yang paling mulia di sisi Allah Swt.” Akhirnya Burak pun mau ditunggangi dan mengantarkan mereka sampai Al-Hijab (suatu tempat yang mendekatkan diri dengan Allah Swt.) Ketika sampai di Al-Hijab, tiba-tiba keluarlah sosok malaikat. Dan, Nabi Muhammad saw. bertanya, “Wahai Jibril siapakah dia?” malaikat Jibril menjawab, “Demi zat yang telah mengutusmu dengan kebenaran, baru ini aku berada di tempat yang paling dekat, adapun malaikat yang engkau tanyakan itu, aku tidak pernah melihat sebelumnya, sejak aku diciptakan hingga saat ini. Kemudian malaikat itu berkata, “Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Dan, sesaat terdengarlah suara dari balik hijab itu, “Benar apa yang dikatakan hambaku, ‘Aku Maha Besar, Aku Maha Besar’.” Malaikat itu berkata kembali, “Asyhadu alla ilaha illallah.” Kemudian terdengar dari balik hijab “Hambaku benar, tiada Tuhan selain Allah.” Malaikat itu berkata lagi, “Asyhadu anna Muhammadar rasulullah.” Terdengarlah suara dari balik hijab, “Hambaku benar, aku mengutus Muhammad.” Malaikat itu berkata lagi, “Hayya ‘alash shalah, hayya ‘ala falah, qod qomatish shalah, Allahu Akbar, Allahu AkbarLailahaillallah.” Kemudian malaikat itu memegang tangan Nabi Muhammad saw. dan dibawa menghadap penduduk langit. Di antara mereka ada Nabi Adam a.s. dan Nabi Nuh a.s. dan mulai saat itulah Nabi Muhammad saw. dinobatkan sebagai orang yang paling mulia di antara penduduk langit lainnya.”

Kalau kita perhatikan kedua pendapat ini sangat berbeda dan sama-sama lengkap ceritanya. Pendapat pertama bahwa azan tidak langsung ke Nabi Muhammad saw. melainkan ke sahabat Abdullah bin Zaid melalui mimpinya dan diperkuat dengan mimpinya sahabat Umar bin Khattab. Kedua, azan secara tersirat diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat agung. Secara garis besarnya, yang membedakan kedua pendapat ini adalah proses pemberitahuannya. Pendapat yang kedua ini dibenarkan oleh Imam Al-Qurtubi yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw. telah mendengar azan jauh-jauh hari sebelum mimpi Abdullah bin Zaid, tepatnya pada Isra’ wal Mi’raj.

Berawal dari kisah inilah ditetapkan bahwa azan adalah metode paling baik atau yang disyariatkan oleh Allah Swt. dan Nabi Muhammad saw. untuk memberitahukan kepada umat Islam bahwa waktu salat sudah tiba. Sehingga, dengan azan yang dikumandangkan menggunakan kalimat-kalimat tayibah, orang Islam pada zaman dahulu dan sekarang mudah untuk  mengingat dan melakukan ibadah salat kepada Allah Swt. 

adapun hukumnya, para ulama berselisih dalam hal sunnah dan wajib. Namun, yang mendekati kebenaran dari pendapat tersebut ialah pendapat yang mewajibkannya, lantaran berdasarkan hadits Malik bin Al Huwairits:

أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى الهُn عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَفَرٍ مِنْ قَوْمِي فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً وَكَانَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَلَمَّا رَأَى شَوْقَنَا إِلَى أَهَالِينَا قَالَ ارْجِعُوا فَكُونُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَصَلُّوا فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ رواه البخاري

“Aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama beberapa orang dari kaumku, kemudian kami tinggal di sisinya selama 20 hari. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang yang dermawan dan sangat lemah lembut. Ketika Beliau melihat kerinduan kami kepada keluarga, maka Beliau berkata : “Pulanglah kalian dan tinggallah bersama mereka, dan ajarilah mereka (agama Islam) serta shalatlah kalian. Apabila datang waktu shalat, maka hendaklah salah seorang dari kalian beradzan. Dan orang yang paling dituakan mengimami shalat kalian”

Rasulullah SAW juga bersabda,

مَا مِنْ ثَلاَثَةٍ فِي قَرْيَةٍ لاَ يُؤَذَّنُ وَلاَ تُقَامُ فِيهِمْ الصَّلاَةُ إِلاَّ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمْ الشَّيْطَانُ رواه أحمد

Tidak ada tiga orang di satu desa yang tidak ada adzan dan tidak ditegakkan pada mereka shalat, kecuali setan akan memangsa mereka.

Nabi Muhmmad SAW bersabda,

ﺇِﺫَﺍ ﻧُﻮﺩِﻯَ ﺑِﺎﻷَﺫَﺍﻥِ ﺃَﺩْﺑَﺮَ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥُ ﻟَﻪُ ﺿُﺮَﺍﻁٌ ﺣَﺘَّﻰ ﻻَ ﻳَﺴْﻤَﻊَ ﺍﻷَﺫَﺍﻥَ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻗُﻀِﻰَ ﺍﻷَﺫَﺍﻥُ ﺃَﻗْﺒَﻞَ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺛُﻮِّﺏَ ﺑِﻬَﺎ ﺃَﺩْﺑَﺮَ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻗُﻀِﻰَ ﺍﻟﺘَّﺜْﻮِﻳﺐُ ﺃَﻗْﺒَﻞَ ﻳَﺨْﻄُﺮُ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟْﻤَﺮْﺀِ

Apabila azan dikumandangkan, maka setan berpaling sambil kentut hingga dia tidak mendengar azan tersebut. Apabila azan selesai dikumandangkan, maka ia pun kembali. Apabila dikumandangkan iqamah, setan pun berpaling lagi. Apabila iqamah selesai dikumandangkan, setan pun kembali, ia akan melintas di antara seseorang dan nafsunya” (HR. Bukhari no. 608 dan Muslim no. 389).

Ibnu Rajab menjelaskan,

“Hadits ini menjelaskan dalil keutamaan azan dan setan lari dari adzan sampai-sampai setan mengeluarkan kentut agar tidak mendengar adzan. Sama saja halnya ketika adzan dan iqamah (setan juga lari)” (Fahul Bari libni Rajab 5/215)

Memenuhi adzan merupakan perintah Allah sebagaimana tersurat di dalam al-Quran agar melaksanakan shalat berjamaah.

Allah Ta’ala berfirman,

وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’” (Al-Baqarah: 43)

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan,

Makna firman Allah ‘ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’, faidahnya yaitu tidaklah dilakukan kecuali bersama jamaah yang shalat dan bersama-sama.” (Ash-Shalatu wa hukmu tarikiha hal. 139-141)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar