SURAT YUSUF 43
وَقَالَ الْمَلِكُ اِنِّيْٓ اَرٰى سَبْعَ بَقَرٰتٍ سِمَانٍ يَّأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَّسَبْعَ سُنْۢبُلٰتٍ خُضْرٍ وَّاُخَرَ يٰبِسٰتٍۗ يٰٓاَيُّهَا الْمَلَاُ اَفْتُوْنِيْ فِيْ رُؤْيَايَ اِنْ كُنْتُمْ لِلرُّءْيَا تَعْبُرُوْنَ
Dan raja berkata (kepada para pemuka kaumnya), “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus; tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering. Wahai orang yang terkemuka! Terangkanlah kepadaku tentang takwil mimpiku itu jika kamu dapat menakwilkan mimpi.”
SURAT YUSUF 50
وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُوْنِيْ بِهٖ ۚفَلَمَّا جَاۤءَهُ الرَّسُوْلُ قَالَ ارْجِعْ اِلٰى رَبِّكَ فَسْـَٔلْهُ مَا بَالُ النِّسْوَةِ الّٰتِيْ قَطَّعْنَ اَيْدِيَهُنَّ ۗاِنَّ رَبِّيْ بِكَيْدِهِنَّ عَلِيْمٌ
Dan raja berkata, “Bawalah dia kepadaku.” Ketika utusan itu datang kepadanya, dia (Yusuf) berkata, “Kembalilah kepada tuanmu dan tanyakan kepadanya bagaimana halnya perempuan-perempuan yang telah melukai tangannya. Sungguh, Tuhanku Maha Mengetahui tipu daya mereka.”
SURAT YUSUF 54
وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُوْنِيْ بِهٖٓ اَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِيْۚ فَلَمَّا كَلَّمَهٗ قَالَ اِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِيْنٌ اَمِيْنٌ
Dan raja berkata, “Bawalah dia (Yusuf) kepadaku, agar aku memilih dia (sebagai orang yang dekat) kepadaku.” Ketika dia (raja) telah bercakap-cakap dengan dia, dia (raja) berkata, “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi di lingkungan kami dan dipercaya.”
SURAT YUSUF 72
قَالُوْا نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَاۤءَ بِهٖ حِمْلُ بَعِيْرٍ وَّاَنَا۠ بِهٖ زَعِيْمٌ
Mereka menjawab, “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan seberat) beban unta, dan aku jamin itu.”
SURAT YUSUF 76
فَبَدَاَ بِاَوْعِيَتِهِمْ قَبْلَ وِعَاۤءِ اَخِيْهِ ثُمَّ اسْتَخْرَجَهَا مِنْ وِّعَاۤءِ اَخِيْهِۗ كَذٰلِكَ كِدْنَا لِيُوْسُفَۗ مَا كَانَ لِيَأْخُذَ اَخَاهُ فِيْ دِيْنِ الْمَلِكِ اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُ ۗنَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَّنْ نَّشَاۤءُۗ وَفَوْقَ كُلِّ ذِيْ عِلْمٍ عَلِيْمٌ
Maka mulailah dia (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan (piala raja) itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami mengatur (rencana) untuk Yusuf. Dia tidak dapat menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendakinya. Kami angkat derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas setiap orang yang berpengetahuan ada yang lebih mengetahui.
SURAT AL-BAQOROH 258
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.
Fir’aun adalah sebutan setiap penguasa Mesir pada waktu itu, sebagaimana sebutan Kisra untuk setiap Penguasa Persia, Kaisar untuk setiap Penguasa Romawi, Najasyi untuk setiap penguasa Habasyah, Tubba’ untuk setiap penguasa Yaman, Batlimus untuk setiap Penguasa India. Adapun nama Fir’aun di masa Nabi Musa adalah: al-Walid bin Mush’ab bin ar-Rayyan atau al-Walid bin ar-Rayyan yang berasal dari Bani Amliq bin Wilad bin Iram bin Sam bin Nuh.
Sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa penguasa Mesir pada masa Nabi Yusuf disebut “al-Malik” (Raja) tidak disebut Fir’aun, karena kedua Penguasa ini berbeda asal daerahnya. Penguasa Mesir pada masa Nabi Yusuf berasal dari Mesir Pesisir, sehingga mudah untuk menerima perubahan
Sedang Fir’aun pada masa Nabi Musa berasal dari pedalaman Mesir, yang mempunyai watak dan karakter keras dan kolot, tidak mudah menerima orang-orang dari luar kalangan mereka. Dari keterangan di atas, dipahami kenapa penguasa (Raja) Mesir pada masa Nabi Yusuf percaya kepada Nabi Yusuf dan mengikuti Agama Nabi Yusuf (Islam) kemudian diikuti oleh rakyatnya
Berbeda dengan penguasa Mesir masa Nabi Musa, yaitu Fir’aun yang tidak mau menerima dakwah Nabi Musa walaupun sudah di datangkan berbagai mukjizat di hadapannya.
Banyak kisah yang disebut dalam Al-Quran. Kebanyakan adalah kisah para nabi. Di antaranya adalah Nabi Yusuf as. Namun kisah beliau tergolong istimewa karena dikhususkan dalam satu surat
Nama suratnya pun memakai nama pribadi beliau. Sebanyak 13 halaman mushaf hanya bercerita tentang beliau dari kecil hingga berkuasa di Mesir. Sebanyak 11 halaman khusus bercerita saat beliau berada di Mesir.
Tapi yang perlu dicermati, kisah sepanjang itu sama sekali tidak menyebut kata ‘Firaun’ (Pharaoh), padahal sejak anak-anak Yusuf sudah berada di lingkungan yang dekat dengan istana. Seperti diketahui gelar untuk para penguasa tertinggi di Mesir adalah ‘Firaun’ seperti terdapat dalam kisah Nabi Musa as.
Kata yang digunakan Al-Quran untuk menyebut penguasa dalam kisah Yusuf as. adalah kata ‘Al-Malik’ (raja). Seperti terdapat dalam ayat 43, 50, 54, 72,76, dan 100. Berbeda dengan Kitab Taurat yang menyebut penguasa saat itu sebagai Firaun. Kenapa demikian?
Al-Quran tidak menyebut kata Firaun dalam kisah Nabi Yusuf as. ternyata menunjukkan kemukjizatan Al-Quran yang sangat teliti dalam menyebutkan kisah dan sejarah. Dari sejarah Mesir Kuno, diketahui ternyata penggunaan istilah Firaun untuk penguasa Mesir baru digunakan 200 tahun setelah masa hidup Nabi Yusuf as.
Sehingga di zaman Nabi Yusuf as dan Nabi Ibrahim, bangsa Mesir sendiri pun tidak mengenal istilah ini. Mereka baru mengenalnya di kemudian hari. Sehingga tidak mengherankan jika dalam kisah Nabi Musa as. (beliau hidup setelah Nabi Yusuf as.) baru digunakan istilah Firaun.
Keluarga Fir’aun
Al-Quran Allah secara khusus menyinggung masalah Firaun di dalam Surat Al-Baqarah ayat 49:
وَإِذۡ نَجَّيۡنَٰكُم مِّنۡ ءَالِ فِرۡعَوۡنَ يَسُومُونَكُمۡ سُوٓءَ ٱلۡعَذَابِ يُذَبِّحُونَ أَبۡنَآءَكُمۡ وَيَسۡتَحۡيُونَ نِسَآءَكُمۡۚ وَفِي ذَٰلِكُم بَلَآءٞ مِّن رَّبِّكُمۡ عَظِيمٞ
“Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir’aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu.” (QS: al-Baqarah {2} : 49)
Pada ayat tersebut disebut (الِ فِرۡعَوۡنَ) atau sering diartikan keluarga Fir’aun. Apa sebenarnya arti (الَ )?
Bahwa (الَ ) artinya adalah kaum dan pengikut agamanya, termasuk di dalamnya keluarga atau kerabatnya. Kalau disebut Ali Fir’aun berarti keluarga, pengikut, tentaranya yang mendukung dan membela, dan mereka satu agama dengannya.
Begitu juga Ali Muhammad berarti keluarga, pengikut, pembela dan pendukungnya yang mengikuti ajaran dan agama Nabi Muhammad ﷺ makna di atas berlaku untuk penyebutan Ali Ibrahim dan Ali Imran sebagian mengatakan bahwa Ali (الَ) artinya keluarga dan kerabat.
Pendapat ini kurang tepat, karena Abu Lahab dan Abu Jahal bukan termasuk Ali Muhammad, walaupun mereka berdua masih ada hubungan kerabat dengan Nabi Muhammad ﷺ. Begitu juga anak Nabi Nuh yang kafir (Kan’an) tidak disebut Ali (keluarga) Nabi Nuh, karena kekafirannya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
قَالَ يٰنُوْحُ اِنَّهٗ لَيْسَ مِنْ اَهْلِكَ ۚاِنَّهٗ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلَا تَسْـَٔلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنِّيْٓ اَعِظُكَ اَنْ تَكُوْنَ مِنَ الْجٰهِلِيْنَ
“Dia (Allah) berfirman, “Wahai Nuh! Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, karena perbuatannya sungguh tidak baik, sebab itu jangan engkau memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui (hakikatnya). Aku menasihatimu agar (engkau) tidak termasuk orang yang bodoh.” (QS: Hud {11} : 46).
Hal ini dikuatkan dengan kisah Asiah binti Muzahim Istri Fir’aun yang menjadi pengikut Nabi Musa dan beriman kepadanya. Beliau tidak termasuk (Ali Fir’aun) karena tidak mau menjadi pengikut Fir’aun bahkan menentangnya, karena keimanannya ini beliau disiksa dan dibunuh oleh Fir’aun.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman memuji keteguhannya didalam mempertahankan keyakinannya :
وَضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوا امْرَاَتَ فِرْعَوْنَۘ اِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِيْ عِنْدَكَ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ وَنَجِّنِيْ مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهٖ وَنَجِّنِيْ مِنَ الْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَۙ
“Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Fir‘aun, ketika dia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam Surga dan selamatkanlah aku dari Fir‘aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang dzalim.” (QS: at-Tahrim {66} : 11)
Adapun keluarga Nabi Muhammad seperti istri-istri dan anak-anak serta cucu-cucu beliau yang masih istiqamah memegang teguh ajarannya, tentunya masuk terlebih dahulu dalam makna Ali ( الَ ) Muhammad.
Di antara dalil bahwa makna (الَ) adalah pengikut ajarannya dan pendukung nya adalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala :
(a) Firman Allah Subhanahu wa ta’ala :
وَاِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَاَنْجَيْنٰكُمْ وَاَغْرَقْنَآ اٰلَ فِرْعَوْنَ وَاَنْتُمْ تَنْظُرُوْنَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu, sehingga kamu dapat Kami selamatkan dan Kami tenggelamkan (Fir‘aun dan) pengikut-pengikut Fir‘aun, sedang kamu menyaksikan.” (QS: al-Baqarah {2} : 50).
Ayat di atas menunjukkan bahwa Ali Fir’aun ditenggelamkan oleh Allah di laut.
(b) Firman Allah Subhanahuwa ta’ala :
لنَّارُ يُعْرَضُوْنَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَّعَشِيًّا ۚوَيَوْمَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ ۗ اَدْخِلُوْٓا اٰلَ فِرْعَوْنَ اَشَدَّ الْعَذَابِ
“Kepada mereka diperlihatkan neraka, pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Lalu kepada malaikat diperintahkan), “Masukkanlah Fir‘aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras!” (QS:. Ghafir {40} : 46).
Ayat di atas menunjukkan bahwa Ali Fir’aun pada hari kiamat dimasukkan ke dalam api neraka.
Jika terdapat Ali Fir’aun (pengikut Fir’aun) secara lahir, tetapi hakikatnya dia bukan pengikut Fir’aun, karena dia beriman secara diam diam, maka disebut juga bagian (Ali Fir’aun) tapi diberi catatan bahwa dia menyembunyikan imannya.
Kasus diatas terdapat dalam firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
وَقَالَ رَجُلٌ مُّؤْمِنٌۖ مِّنْ اٰلِ فِرْعَوْنَ يَكْتُمُ اِيْمَانَهٗٓ اَتَقْتُلُوْنَ رَجُلًا اَنْ يَّقُوْلَ رَبِّيَ اللّٰهُ وَقَدْ جَاۤءَكُمْ بِالْبَيِّنٰتِ مِنْ رَّبِّكُمْ ۗوَاِنْ يَّكُ كَاذِبًا فَعَلَيْهِ كَذِبُهٗ ۚوَاِنْ يَّكُ صَادِقًا يُّصِبْكُمْ بَعْضُ الَّذِيْ يَعِدُكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِيْ مَنْ هُوَ
مُسْرِفٌ كَذَّابٌ
“Dan seseorang yang beriman di antara keluarga Fir‘aun yang menyembunyikan imannya berkata, “Apakah kamu akan membunuh seseorang karena dia berkata, “Tuhanku adalah Allah,” padahal sungguh, dia telah datang kepadamu dengan membawa bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu. Dan jika dia seorang pendusta maka dialah yang akan menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika dia seorang yang benar, nis-caya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang melampaui batas dan pendusta.” (QS: Ghafir {40} : 28).
Makna Al-Bala’
Ayat 49 dari Surat al-Baqarah ini ditutup dengan firman-Nya :
وَفِي ذَٰلِكُم بَلَآءٞ مِّن رَّبِّكُمۡ عَظِيمٞ
“Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu.” (QS: al-Baqarah {2} : 49).
Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan ( بَلَآءٞ ) pada ayat di atas.
(a) Pendapat pertama, mengatakan bahwa makna ( بَلَآءٞ ) pada ayat di atas adalah nikmat. Maksudnya bahwa pertolongan Allah kepada Bani Israil dari kekejaman Fir’aun dan tentaranya yang membunuh anak laki-laki dan membiarkan hidup anak anak perempuan adalah nikmat Allah yang sangat besar kepada Bani Israil yang wajib diingat dan disyukuri.
Salah satu dalil yang mendukung pendapat ini adalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
فَلَمْ تَقْتُلُوْهُمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ قَتَلَهُمْۖ وَمَا رَمَيْتَ اِذْ رَمَيْتَ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ رَمٰىۚ وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِيْنَ مِنْهُ بَلَاۤءً حَسَنًاۗ اِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
“Maka (sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, melainkan Allah yang membunuh mereka, dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, tetapi Allah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS: al-Anfal {8} : 17)
(b) Pendapat kedua, mengatakan bahwa makna ( بَلَآءٞ ) pada ayat diatas adalah musibah atau sesuatu yang dibenci oleh orang atau suatu kejelekan, maksudnya bahwa kekejaman Fir’aun yang membunuh setiap anak laki-laki adalah musibah besar yang Allah timpakan kepada kalian.
Dua penafsiran di atas semua bisa dibenarkan karena makna ( بَلَآءٞ ) itu sendiri mencakup dua hal kebaikan dan keburukan. Ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗوَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS: al-Anbiya {21} : 35)
Ini dikuatkan dengan firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
وَقَطَّعْنٰهُمْ فِى الْاَرْضِ اُمَمًاۚ مِنْهُمُ الصّٰلِحُوْنَ وَمِنْهُمْ دُوْنَ ذٰلِكَ ۖوَبَلَوْنٰهُمْ بِالْحَسَنٰتِ وَالسَّيِّاٰتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Dan Kami pecahkan mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan ada yang tidak demikian. Dan Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).” (Qs. al-Araf {7} : 168)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar