Thabaqah adalah kumpulan biografi tokoh yang dikelompokkan berdasarkan generasi. Pada awalnya, penulisan thabaqah digunakan untuk kritik hadis, khususnya kritik sanad. Namun, seiring perkembangannya, penulisan thabaqah semakin luas dan mencakup para ilmuwan yang tidak termasuk dalam kategori ilmu keagamaan Islam
- Memahami dengan baik riwayat yang telah didengarnya
- Hafal dengan baik riwayat yang telah didengarnya
- Mampu menyampaikan riwayat yang telah dihafalnya kapan saja
- Tidak menyembunyikan atau menyisipkan hadis, baik dalam ucapan maupun tulisan
Berdasarkan kualitasnya
- Hadis dibagi menjadi hadis shahih, hasan, dan dhaif. Hadis shahih adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan sanad yang bersambung dan diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit.
- Hadis dibagi menjadi hadis mutawatir dan ahad. Hadis mutawatir dibagi menjadi dua macam, yaitu mutawatir lafdzi dan mutawatir ma'nawi.
- Hadis dibagi menjadi hadits qauli, hadits fi'li, hadits taqriri, hadits hammi, hadits ahwali, dan hadits qudsi. Hadits qauli adalah hadits yang berdasarkan perkataan atau ucapan Rasulullah SAW.
- Berdasarkan jumlah rowi dalam setiap thobaqoh[3], hadis diklasifikasikan menjadi dua, yakni Hadis Mutawatir dan Ahad. Adapun dari segi diterima atau tidaknya, ulama membagi hadis Nabi menjadi tiga macam, yakni Hadis Shohih, Hasan dan Dho’if. Dua pertama, masuk dalam kategori maqbul (diterima), sedangkan yang ketiga masuk dalam kategori mardud (ditolak).
- SHOHIH = SANGAT BAIK
- HASAN = BAIK
- DHOIF = LEMAH
- MUTAWATIR = Mutawwatir menurut bahasa, ialah isim fa’il dari At-Tawatur (dalam bahasa Arab التواتر). Sedangkan menurut istilah, ialah Hadis yang diriwayatkan oleh rowi yang banyak pada setiap tingkatan sanad-nya yang menurut akal tidak mungkin para perawi tersebut sepakat untuk memalsukan Hadis.[4]mutawatir lafdzi
- Mutawatir Lafdi : Hadis yang lafad dan maknanya mutawatir. Misalnya hadis من كذب علي متعمداً فليتبوأ مقعده من النار Hadis di atas diriwayatkan oleh tujuh puluh lebih sahabat dan jumlah yang perawi yang banyak bahkan lebih terus berlanjut sampai tingkatan setelahnya.
- Mutawatir Ma’nawi : Hadis yang maknanya mutawatir dan lafad-nya tidak mutawatir. Hadis ini menunjukan satu makna yang sama dengan beberapa lafad yang beda. Misalnya hadis tentang Raf’ul Yadaini biddu’a, Al-Haudl, Ar-Ruyah dan selainnya.
- AHAD = Secara etimologi kata “الآحاد” adalah bentuk jamak dari kata “أحد”yang berarti “satu”. Adapun pengertian Hadis Ahad menurut istilah ialah hadis yang tidak sampai pada derajat mutawatir.
- Berdasarkan jumlah rowi dalam tiap thobaqoh, ulama membagi hadis Ahad menjadi tiga macam
- Hadis Masyhur: Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh 3 perowi atau lebih di setiap thobaqohnya dan tidak sampai batas mutawatir. Para ulama fiqih juga menamai hadis masyhur dengan nama “Al-Mustafidl” yaitu suatu hadis yang mempunyai jalan terbatas lebih dari dua dan tidak sampai pada batas mutawatir.[13]
Contoh:
“إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ……الحديث”
- Hadis Aziz: Yaitu hadis yang perawinya tidak kurang dari dua orang dalam semua tingkatan thobaqoh.
Contoh:
قوله صلّى الله عليه وسلّم: “لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من ولده ووالده والناس أجمعين”(رواه البخاري)
- Hadis Gharib: Yaitu suatu hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi sendirian, atau oleh satu orang rawi saja di setiap thobaqoh.[14]
Contoh:
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ مانوى (متفق عليه)
Para ulama berbeda pendapat di dalam menggunakan hadis Ahad. Apabila berhubungan dengan masalah hukum maka menurut jumhur ulama, wajib di amalkan. Akan tetapi sebagian dari golongan Hanafiah menolak hadis ahad dalam masalah Ammu al-Balwa seperti wudhunya orang yang menyentuh kelamin, begitu juga dalam masalah hukuman had. Sebagian golongan Malikiyah memenangkan Qiyas dari pada hadis ahad ketika bertentangan, padahal menurut para ulama hadis yang benar yaitu bahwasanya hadis ahad yang muttasil (sanadnya bersambung) serta diriwayatkan oleh rowi yang adil itu di terima dalam semua hukum dan dimenangkan daripada Qiyas. Pendapat ini didukung oleh Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal, serta para imam-imam hadis, fiqih dan ushul fiqih.[15]
Secara global, hadis Nabi diklasifikasikan oleh para ulama menjadi dua macam dengan rincian sebagai berikut;
1. Pembagian hadis dilihat dari segi jumlah rowi setiap thobaqoh
- Hadis Mutawatir: Hadis yang diriwayatkan oleh banyak rowi di setiap thobaqohnya yang secara logika tidak mungkin kesemua rowi tersebut sepakat untuk berbohong.
- Hadis Ahad: Hadis yang tidak memenuhi standar hadis
2. Pembagian hadis dilihat dari diterima (maqbul) dan ditolaknya (mardud)
- Hadis Shohih
- Hadis Hasan
- Hadis Dho’if
- QOULI = perkataan Nabi Muhammad SAW yang didengar dan dinukilkan oleh sahabatnya. Perkataan tersebut bukan wahyu Alquran. Hadits qauliyah berisi berbagai maksud syara', peristiwa, dan keadaan yang berkaitan dengan keyakinan, syariat, akhlak, dan lain sebagainya.Contoh hadits qauliyah:
- "Sebaik-baik kamu ialah orang yang belajar Al Quran dan mengajarkannya kepada orang lain" (HR Bukhari).
- "Berpuasalah kalian dengan melihat hilal dan berbukalah (mengakhiri puasa) dengan melihat hilal. Bila ia tidak tampak olehmu, maka sempurnakan hitungan sya'ban menjadi 30 hari" (HR Bukhari dan Muslim).
- "Semoga Allah memperindah orang yang mendengar hadis dariku lalu menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain" (HR. Abu Dawud).
- "Orang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain bagaikan satu bangunan, satu dengan yang lainnya saling mengokohkan" (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Ulama ahli ushul fiqh membagi sunnah menjadi tiga, yaitu sunnah qauliyah, sunnah fi'liyah, dan sunnah taqririyah. - "Sebaik-baik kamu ialah orang yang belajar Al Quran dan mengajarkannya kepada orang lain" (HR Bukhari).
- FI'LI = hadits yang berisi laporan tentang perbuatan Nabi Muhammad SAW untuk memberikan contoh pelaksanaan ibadah atau urusan lain dalam agama Islam. Berikut ini adalah beberapa contoh hadits fi'liyah:
- Hadits tentang bersiwak, yang diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, bahwa Rasulullah SAW biasanya tidak tidur kecuali ada siwak di sisinya, dan jika beliau bangun, beliau memulai dengan bersiwak.
- Hadits tentang Rasulullah SAW yang melempar sesuatu di atas tunggangannya pada hari raya Idul Adha, sambil berkata, "Ambillah manasik kalian, karena saya tidak tahu apakah saya akan menunaikan haji lagi setelah haji ini".
TAQRIRI = hadis yang berupa persetujuan atau diamnya Nabi Muhammad SAW terhadap perbuatan atau ucapan sahabatnya. Hadits ini merupakan salah satu hadis yang dijadikan pedoman oleh para ulama.Hadits taqririyahPengertianPersetujuan atau diamnya Nabi Muhammad SAW terhadap perbuatan atau ucapan sahabatnyaContohDiamnya Nabi Muhammad SAW ketika mengetahui Khalid bin Walid memakan daging dhab, atau ketika beliau diam saat mengetahui para sahabat duduk sambil tertidur di masjid dalam keadaan wudhuPenjelasanNabi Muhammad SAW tidak melarang atau menyuruh perbuatan sahabatnya, dan tidak pernah mendiamkan sesuatu, kecuali sesuatu yang benarHAMMY = hadits yang berupa hasrat Rasulullah SAW yang belum terealisasikan. Sunnah hammiyah memiliki kedudukan yang sama dengan sunnah-sunnah lain yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW.Contoh hadits hammiyah adalah keinginan Rasulullah SAW untuk berpuasa pada hari ke-9 bulan Asyura. Namun, beliau belum sempat merealisasikannya karena ajal datang lebih dulu.Imam Syafi'i dan para pengikutnya sepakat bahwa hukum menjalankan sunnah hammiyah sangat dianjurkan. Nilai pahala amalan ini sama saja seperti sunnah-sunnah lain yang telah dicontohkan oleh Rasulullah.AHWALI = hadis yang menceritakan tentang sifat, kepribadian, dan keadaan fisik Nabi Muhammad SAW. Hadis ahwali terbagi menjadi dua hal, yaitu:- Hal-hal yang bersifat intrinsik, yaitu sifat-sifat psikis dan personalitas yang tercermin dalam sikap dan perilaku sehari-hari.
- Hal-hal yang bersifat ekstrinsik, yaitu aspek yang terkait dengan fisik Nabi, seperti wajah, warna kulit, dan tinggi badan.
Hadis Nabawi adalah hadis yang diambil dari segala bentuk ucapan, perbuatan, taqrir, dan sifat-sifat Rasulullah SAW.QUDSI = merupakan wahyu yang diterima Nabi Muhammad SAW melalui ilham atau mimpi. Nabi kemudian menyampaikan makna wahyu tersebut dengan redaksi beliau sendiri.Hadits qudsi berbeda dengan Al-Qur'an dan hadits nabi dalam beberapa hal, yaitu:- Lafal dan makna Al-Qur'an berasal dari Allah, sedangkan hadits qudsi tidak.
- Membaca Al-Qur'an merupakan ibadah, sedangkan membaca hadits qudsi tidak.
- Hadits nabi maknanya berdasarkan wahyu, sedangkan redaksi hadisnya dari Rasulullah.
Hadits qudsi biasanya berisi tentang akidah, motivasi ibadah, dan akhlak. - Hadits tentang bersiwak, yang diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, bahwa Rasulullah SAW biasanya tidak tidur kecuali ada siwak di sisinya, dan jika beliau bangun, beliau memulai dengan bersiwak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar