ASAL USUL KATA TUHAN
Arti Tuhan berarti juga sesembahan
Ada yang berpendapat di ambil dari bahasa melayu yang asalnya Tuan yang berarti penguasa atau pemilik.
Ada juga yang berpendapat kata Tuhan dari bahasa sansekerta yang di serap dari bahasa jawa kuno yaitu tuh hyang yang artinya dewa yang berarti pula sesembahan
Makna Tuhan secara umum dapat dipahami sebagai dzat Yang Maha Kuasa. Seluruh alam semesta yang telah ada dan diduduki oleh semua umat manusia tidak akan hadir tanpa Tuhan yang menciptakannya. Mayoritas umat manusia percaya bahwa Tuhan merupakan yang menciptakan semua yang terdapat dalam alam semesta dan mengatur segala yang terdapat dalam dunia ini. Jika kita melihat dari runtutan akar sejarah akan ketuhanan, terdapat berbagai konsep kepercayaan terkait manusia kepada Tuhan. Misalnya Orang-orang terdahulu, mereka cenderung mengikuti faham politeisme (iman kepada terhadap macam-macam Tuhan). Seperti ketika mereka menganggap bahwa bintang sebagai Tuhan atau dewa, Terus Venus yang mereka anggap sebagai Dewa keparasan atau kecantikan, Ada juga Mars sebagai Dewa peperangan, Bahkan Minerfa yang mereka anggap sebagai dewa kekayaan. Dari semua dewa tersebut terdapat dewa yang paling tinggi tingkatannya, yaitu Dewa Matahari atau Apolo.Istilah Tuhan ada yang berpendapat bahwa asal kata Tuhan berasal dari bahasa Melayu, yaitu dari akar kata “tuan” yang berarti penguasa atau pemilik. Selain itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Tuhan berarti segala sesuatu yang disembah dan diyakini oleh umat manusia yang beragama sebagai dzat yang Maha Kuasa, Maha Perkasa, Maha Esa, dan sebagainya. Makna Tuhan dapat diartikan sebagai dzat yang disembah dan diabdi oleh umat yang beragama serta mereka percaya bahwa Tuhan yang mencipatkan segala sesuatu yang ada di dunia. Selain itu, semua agama juga memiliki sebuah konsep terkait Tuhan yang mereka yakini dan percayai. Dapat disimpulkan bahwa ketika mereka memiliki sebuah agama, namun konsep tentang ketuhannya kurang jelas maka tidak termasuk kategori agama.
Pemahaman tentang Ketuhanan atau teologi terutama dalam islam dapat diklasifikasikan sebagai Monoteisme, yaitu meyakini bahwa “Tuhan itu ada, dan merupakan suatu realitas yang bersifat transenden dan mempunyai suatu maksud dan tujuan yang bersifat imanen”. Kata teisme berarti suatu keimanan bahwa Tuhan merupakan dzat yang menciptakan seluruh alam semesta dan semua yang terdapat dalam dunia ini. Sedangkan kata monoteisme adalah mengimani bahwa Tuhan hanya ada satu dan tak bersanding kepada apapun. Dengan demikian, umat yang beragama baik Islam meyakini bahwa Tuhan itu ada dan yang menciptakan segala sesuatu yang ada pada alam semesta ini.
Kata Tuhan, “arti kata ‘Tuhan’ ada hubungannya dengan kata Melayu ‘tuan’ yang berarti atasan/penguasa/pemilik.”
Pemakai bahasa Indonesia semuanya mengerti bahwa perkataan tuan sifatnya insani, dan perkataan tuhan sifatnya ilahi. Artinya, walaupun dalam kata tuan diterangkan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan beberapa catatan, antara lain: satu orang tempat mengabdi, dua yang memberi pekerjaan, tiga orang laki-laki yang patut dihormati, tetap saja dalamnya tidak mengandung pengertian ilahi.
Melihat keterangan dan pemakaian kata Tuhan dapat dikatakan hal itu sepenuhnya merupakan masalah teologi. Istilah Tuhan yang berasal dari kata Tuan, pertama hadir dalam peta kepustakaan Melayu beraksara Latin lewat terjemahan kitabsuci Nasrani tersebut. Perkataan ini dimaksudkan untuk mewakili sifat-sifat omnipresensi atas kata bahasa Yunani, Kyrios, dengan kaitannya pada tradisi Ibrani untuk kata Adon, Adonai, dengan aktualitas sebagai raja dalam kata Yahweh.
Maka, memang akan membingungkan, jika orang membaca kitabsuci Nasrani terjemahan Indonesia. Dalam kitab pertama, Perjanjian Lama yang aslinya berbahasa Ibrani, untuk kata-kata Adonai dan Yahweh semua diterjemahkan menjadi Tuhan, sementara dalam kitab kedua, Perjanjian Baru, untuk kata Kyrios juga diterjemahkan menjadi Tuhan.
Melihat perubahan ejaan dari Tuan ke Tuhan dalam kitab suci Nasrani terjemahan Melayu dengan huruf Latin. Melalui itu dapat gerangan kita simpulkan bahwa pencarian ejaan yang lebih aktual untuk sebutan khusus bagi Isa Almasih dalam terjemahan bahasa Melayu beraksara Latin-yang bersumber dari injil asli bahasa Yunani untuk perkataan Kyrios–menjadi Tuhan dan sebelumnya Tuan, serta-merta telah melahirkan juga eksegesis yang jamak.
Tuan yang awalnya diterjemahkan seperti dalam bahasa Portugis Senhor, Perancis Seigneur, Inggris Lord, Belanda Heere-melalui Leijdecker justru merubah menjadi Tuhan.Kemudian pada abad berikutnya bahasa Melayu melanjutkan penemuan Leijdecker tersebut.Kini kata Tuhan yang mula-mula ditemukan Leijdecker untuk mewakili dua pengertian pelik antara insani & ilahi secara teologi ini menjadi masalah rumit yang akhirnya juga menjadi lema khas dalam bahasa Indonesia.
Mengapa Tuan menjadi Tuhan, merupakan masalah khas bahasa Indonesia. Hadirnya huruf ‘h’ dalam beberapa kata bahasa Indonesia, seperti ‘asut’ menjadi ‘hasut’, ‘utang’ menjadi ‘hutang’, ’empas’ menjadi ‘hempas’, ‘silakan’ menjadi ‘silahkan’, agaknya seiring dengan kasus nominatif dan singularis dalam tatabahasa Sansekerta ke Kawi dan Jawa.
Jadi, secara linguistik, tidak ada masalah bagi kata Tuhan yang muradif dengan pengertian ilahi. Nama ini pun sudah maktub dalam Pancasila. Yang tidak kurang melahirkan pertanyaan, mengapa sila pertama itu berbunyi ‘ketuhanan yang mahaesa’, ‘bukan ‘Tuhan yang mahaesa’ saja. Dengan ‘ketuhanan’, terkesan seakan-akan ada banyak Tuhan di Indonesia, tapi hanya satu Tuhan yang mesti disembah. Memang, dalam kalimat ini kita meraba adanya kompromi politis dari pendiri-pendiri republik. Tidak muncul diskusi bahasa mengenai hal itu sebelum amandemen yang lalu.”..-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar