AL-QUR'ANUL SURAT AT-TAHRIM (66) AYAT 1
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَآ اَحَلَّ اللّٰهُ لَكَۚ تَبْتَغِيْ مَرْضَاتَ اَزْوَاجِكَۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu? Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.1
{ يا أيها النبي لم تحرم ما أحل الله لك } من أمتك مارية القبطية لما واقعها في بيت حفصة وكانت غائبة فجاءت وشق عليها كون ذلك في بيتها وعلى فراشها حيث قالت : هي حرام علي { تبتغي } بتحريمها { مرضاة أزواجك } أي رضاهن { والله غفور رحيم } غفر لك هذا التحريم
1. (Hai nabi! Mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu) mengenai istri budak wanitamu, yakni Mariyah Qibtiah; yaitu sewaktu Nabi menggaulinya di rumah Hafshah, sedangkan pada waktu itu Siti Hafshah sedang tidak ada di rumah. Lalu datanglah Siti Hafshah, dan ia merasa keberatan dengan adanya hal tersebut yang dilakukan oleh Nabi di dalam rumahnya dan di tempat tidurnya. Lalu kamu mengatakan, dia (Siti Mariyah) haram atas diriku (kamu mencari) dengan mengharamkannya atas dirimu (keridaan istri-istrimu) kerelaan mereka terhadap dirimu. (Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) Dia telah mengampunimu atas tindakan pengharamanmu itu.
قَدْ فَرَضَ اللّٰهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ اَيْمَانِكُمْۚ وَاللّٰهُ مَوْلٰىكُمْۚ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ
Sungguh, Allah telah mewajibkan kepadamu membebaskan diri dari sumpahmu; dan Allah adalah pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui, Mahabijaksana.2
{ قد فرض الله } شرع { لكم تحلة أيمانكم } تحليلها بالكفارة المذكورة في سورة المائدة ومن الإيمان تحريم الأمة وهل كفر صلى الله عليه و سلم ؟ قال مقاتل : أعتق رقبة في تحريم مارية وقال الحسن : لم يكفر لأنه صلى الله عليه و سلم مغفور له { والله مولاكم } ناصركم { وهو العليم الحكيم }
2. (Sesungguhnya Allah telah mewajibkan) telah mensyariatkan (kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpah kalian) artinya kalian melepaskan diri dari sumpah yang telah kalian katakan dengan cara membayar kifarat sebagaimana yang telah disebutkan di dalam surat Al-Maidah. Dan termasuk di antara sumpah-sumpah itu ialah mengharamkan budak wanita. Apakah Nabi membayar kifarat? Muqatil mengatakan, bahwa Nabi saw. telah memerdekakan seorang budak sebagai kifaratnya yang telah mengharamkan Siti Mariyah atas dirinya. Akan tetapi Hasan mengatakan, bahwa Nabi tidak membayar kifarat, karena sesungguhnya ia telah mendapat ampunan dari Allah (dan Allah adalah Pelindung kalian) yang menolong kalian (dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana).
وَاِذْ اَسَرَّ النَّبِيُّ اِلٰى بَعْضِ اَزْوَاجِهٖ حَدِيْثًاۚ فَلَمَّا نَبَّاَتْ بِهٖ وَاَظْهَرَهُ اللّٰهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهٗ وَاَعْرَضَ عَنْۢ بَعْضٍۚ فَلَمَّا نَبَّاَهَا بِهٖ قَالَتْ مَنْ اَنْۢبَاَكَ هٰذَاۗ قَالَ نَبَّاَنِيَ الْعَلِيْمُ الْخَبِيْرُ
Dan ingatlah ketika secara rahasia Nabi membicarakan suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya (Hafsah). Lalu dia menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan peristiwa itu kepadanya (Nabi), lalu (Nabi) memberitahukan (kepada Hafsah) sebagian dan menyembunyikan sebagian yang lain. Maka ketika dia (Nabi) memberitahukan pembicaraan itu kepadanya (Hafsah), dia bertanya, “Siapa yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?” Nabi menjawab, “Yang memberitahukan kepadaku adalah Allah Yang Maha Mengetahui, Mahateliti.”3
{ و } اذكر { إذ أسر النبي إلى بعض أزواجه } هي حفصة { حديثا } هو تحريم مارية وقال لها لا تفشيه { فلما نبأت به } عائشة ظنا منها أن لا حرج في ذلك { وأظهره الله } أطلعه { عليه } على المنبأ به { عرف بعضه } لحفصة { وأعرض عن بعض } تكرما منه { فلما نبأها به قالت من أنبأك هذا قال نبأني العليم الخبير } أي الله
3. (Dan) ingatlah (ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya) yakni kepada Siti Hafshah (suatu pembicaraan) tentang mengharamkan Siti Mariyah atas dirinya, kemudian Nabi berkata kepada Siti Hafshah, "Jangan sekali-kali kamu membuka rahasia ini." (Maka tatkala menceritakan peristiwa itu) kepada Siti Aisyah, ia menduga bahwa hal ini tidak dosa (dan Allah memberitahukan hal itu) Dia membukanya (kepadanya) yakni kepada Nabi Muhammad tentang pembicaraan Siti Hafshah kepada Siti Aisyah itu (lalu dia memberitahukan sebagiannya) kepada Siti Hafshah (dan menyembunyikan sebagian yang lain) sebagai kemurahan dari dirinya terhadap dia. (Maka tatkala dia, Muhammad, memberitahukan pembicaraan itu, lalu Hafshah bertanya, "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab, "Telah diberitahukan kepadaku oleh Yang Maha Mengetahui lagi Maha Waspada") yakni Allah
اِنْ تَتُوْبَآ اِلَى اللّٰهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوْبُكُمَاۚ وَاِنْ تَظٰهَرَا عَلَيْهِ فَاِنَّ اللّٰهَ هُوَ مَوْلٰىهُ وَجِبْرِيْلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِيْنَۚ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ بَعْدَ ذٰلِكَ ظَهِيْرٌ
Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sungguh, hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebenaran); dan jika kamu berdua saling bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sungguh, Allah menjadi pelindungnya dan (juga) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain itu malaikat-malaikat adalah penolongnya.4
{ إن تتوبا } أي حفصة وعائشة { إلى الله فقد صغت قلوبكما } مالت إلى تحريم مارية أي سركما ذلك مع كراهة النبي صلى الله عليه و سلم له وذلك ذنب وجواب الشرط محذوف أي تقبلا وأطلق قلوب على قلبين ولم يعبر به لاستثقال الجمع بين تثنيتين فيما هو كالكلمة الواحدة { وإن تظاهرا } بإدغام التاء الثانية في الأصل في الظاء وفي قراءة بدونها تتعاونا { عليه } أي النبي فيما يكرهه { فإن الله هو } فصل { مولاه } ناصره { وجبريل وصالح المؤمنين } أبوبكر وعمر رضي الله عنهما معطوف على محل اسم إن فيكونون ناصريه { والملائكة بعد ذلك } بعد نصر الله والمذكورين { ظهير } ظهراء أعوان له في نصره عليكما
4. (Jika kamu berdua bertobat) yakni Siti Hafshah dan Siti Aisyah (kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong) cenderung untuk diharamkannya Siti Mariyah, artinya, kamu berdua merahasiakan hal tersebut dalam hati kamu, padahal Nabi tidak menyukai hal tersebut, dan hal ini adalah suatu perbuatan yang berdosa. Jawab Syarat dari kalimat ini tidak disebutkan, yakni jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka tobat kamu diterima. Diungkapkan dengan memakai lafal quluubun dalam bentuk jamak sebagai pengganti dari lafal qalbaini, hal ini tiada lain karena dirasakan amat berat mengucapkan dua isim tatsniah yang digabungkan dalam satu lafal (dan jika kamu berdua saling bantu-membantu) lafal tazhaahara artinya bantu-membantu. Menurut qiraat yang lain dibaca tazhzhaharaa bentuk asalnya adalah Tatazhaaharaa, kemudian huruf ta yang kedua diidgamkan ke dalam huruf zha sehingga jadilah tazhzhaaharaa (terhadapnya) terhadap Nabi dalam melakukan hal-hal yang tidak disukainya, yakni membuat susah Nabi saw. (maka sesungguhnya Allah adalah) lafal huwa ini merupakan dhamir fashl (Pelindungnya) maksudnya, yang menolongnya (dan begitu pula Jibril dan orang-orang mukmin yang saleh) seperti Abu Bakar dan Umar radhiallahu ‘anhu Lafal ini diathafkan secara mahall kepada isimnya inna, yakni begitu pula mereka akan menjadi penolongnya (dan selain dari itu malaikat-malaikat) yaitu sesudah pertolongan Allah dan orang-orang yang telah disebutkan tadi (adalah penolongnya pula) maksudnya mereka semua menjadi penolong Nabi terhadap kamu berdua.
عَسٰى رَبُّهٗٓ اِنْ طَلَّقَكُنَّ اَنْ يُّبْدِلَهٗٓ اَزْوَاجًا خَيْرًا مِّنْكُنَّ مُسْلِمٰتٍ مُّؤْمِنٰتٍ قٰنِتٰتٍ تٰۤىِٕبٰتٍ عٰبِدٰتٍ سٰۤىِٕحٰتٍ ثَيِّبٰتٍ وَّاَبْكَارًا
Jika dia (Nabi) menceraikan kamu, boleh jadi Tuhan akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari kamu, perempuan-perempuan yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang beribadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.5
{ عسى ربه إن طلقكن } أي طلق النبي أزواجه { أن يبدله } بالتشديد والتخفيف { أزواجا خيرا منكن } خبر عسى والجملة جواب الشرط ولم يقع التبديل لعدم وقوع الشرط { مسلمات } مقرات بالإسلام { مؤمنات } مخلصات { قانتات } مطيعات { تائبات عابدات سائحات } صائمات أو مهاجرات { ثيبات وأبكارا }
5. (Jika Nabi menceraikan kalian, boleh jadi Rabbnya) maksudnya, jika nabi menceraikan istri-istrinya (akan memberi ganti kepadanya) dapat dibaca yubdilahu dan yubaddilahu (dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian) lafal azwaajan ini menjadi khabar dari lafal 'asaa sedangkan jumlah an yubdilahu dan seterusnya menjadi jawab syarath. Di sini tidak ada badal karena apa yang disebutkan pada syarat tidak terjadi, yakni perceraian itu tidak pernah terjadi (yang patuh) artinya mengakui Islam (yang beriman) yakni ikhlas hatinya kepada Islam (yang taat) mereka taat (yang bertobat, rajin beribadat, rajin berpuasa) yakni gemar melakukan puasa atau yang berhijrah (yang janda dan yang perawan)
Penamaan Surat
Surat ini dinamakan dengan surat At-Tahrim karena surat ini diawali dengan ayat
yang berisikan teguran halus kepada Nabi
Muhammad S.A.W. karena beliau mengharamkan
sesuatu atas diri beliau, yaitu ayat 1 يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَآ اَحَلَّ اللّٰهُ لَكَۚ تَبْتَغِيْ مَرْضَاتَ اَزْوَاجِكَۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Sebab Turunnya Ayat Ayat (1-2)
Ulama menyebutkan sejumlah riwayat
menyangkut sebab dan latar belakang
turunnya kedua ayat ini. Di antara riwayat-riwayat tersebut, yang shohih sebagaimana
disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir dan yang lainnya
adalah bahwa kedua ayat ini turun dengan
dilatarbelakangi oleh sikap Rasulullah S.A.W.
yang mengharamkan madu atas diri beliau
sendiri. Hal ini sebagaimana yang dikatakan
oleh Imam Bukhori tentang ayat ini.
Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam Shohihnya
meriwayatkan dari Aisyah R.A, bahwasanya ia
berkata, "Rosulullah S.A.W, menyukai kue yang
manis-manis dan madu. Apabila beliau selesai
dari sholat Ashar beliau menemui para istri
beliau. Suatu ketika, beliau berada bersama
Zainab binti Jahsy R.A. dalam waktu yang cukup
lama, lalu beliau minum madu di rumahnya.
Lalu aku dan Hafshah bersekongkol bahwa
siapa di antara kami berdua yang didatangi
Rosulullah S.A.W., maka iaberkata kepada beliau,
'Saya mencium bau maghofiir dari Anda.
Apakah Anda habis mengonsumsi maghofiir?'
Lalu beliau menjawab,'Tidah tetapi aku tadi
habis minum madu di rumah Zainab binti Jahsy Aku tidak akan mengulanginya lagi, aku
sumpah, dan tolong jangan kamu beritahukan
hal itu kepada siapa pun."
Imam Ath-Thobroni meriwayatkan dengan sanad shohih dari Abdullah bin Abbas R.A., ia
berkata, "suatu ketika, Rosulullah SAW. minum
madu di rumah Saudah R.A. Setelah itu beliau
pergi mengunjungi Aisyah R.A. Aisyah R.A. pun
berkata kepada beliau, Aku mencium bau
tidak sedap dari Anda.' Kemudian beliau pergi
mengunjungi Hafsah R.A, ia pun mengatakan
hal yang sama kepada beliau. Beliau berkata,
'Menurutku bau itu adalah mungkin karena
minuman yang tadi aku minum di rumah
Saudah. Sungguh demi Allah, aku tidak akan
meminumnya lagi."' Lalu turunlah ayat, يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَآ اَحَلَّ اللّٰهُ لَكَۚ تَبْتَغِيْ مَرْضَاتَ اَزْوَاجِكَۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Berbagai riwayat dalam siroh menyebutkan bahwasanya Rosulullah S.A.W. mengharamkan madu atas diri beliau sendiri di
hadapan Hafsah R.A.. Lalu Hafsah R.A. memberitahukan hal itu kepada Aisyah R.A., padahal
sebelumnya Rosulullah S.A.W. telah berpesan
kepadanya untuk merahasiakan hal tersebut.
Sebagaimana beliau iuga memintanya untuk
merahasiakan sebuah pembicaraan yang
beliau sampaikan secara rahasia kepada dirinya dan kepada Aisyah R.A, yaitu bahwa ayah
Hafsah R.A. (yaitu Umar bin Khoththob R.A.)
dan ayah Aisyah R.A. (yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A.) akan meniadi khalifah setelah
beliau.
Imam Ibnul Arobi mengatakan yang shohih
adalah pengharaman tersebut adalah menyangkut madu bahwa beliau sebelumnya meminum madu di rumah Zainab R.A.. Aisyah R.A.
dan Hafshah R.A. pun bersekongkol untuk menyusahkan Rosulullah S.A.W. menyangkut madu
itu, dan terjadilah apa yang teriadi. Beliau pun
bersumpah tidak akan meminumnya lagi, dan
beliau merahasiakan hal itu, dan turunlah ayat
ini menyangkut semuanya.
Imam Ibnul Arobi kembali mengatakan, adapun
riwayat yang menyebutkan bahwa ayat ini
turun menyangkut perempuan Al-Mauhuubah
(seorang perempuan yang memasrahkan dan menghibahkan dirinya kepada Rosulullah
S.A.W.), itu adalah dhoif baik dari aspek sanad
maupun maknanya. Adapun kedhoifan sanadnya adalah karena terdiri dari para perowi yang
tidak adil. Adapun kedhoifan atau kelemahan
dari aspek maknanya adalah karena tidak bisa
dikatakan bahwa sikap Rosulullah S.A.W. yang
tidak mau menerima keinginan perempuan
yang menghibahkan dirinya kepada beliau
tersebut merupakan bentuk pengharaman,
tetapi itu merupakan bentuk penolakan, dan
secara syara', orang yang diberi hibah berhak
dan boleh menolak hibah yang ada. Adapun
riwayat yang menyebutkan bahwa Rosulullah
S.A.W. mengharamkan Mariyah al-Qibthiyyah
bagi diri beliau, sebagaimana yang disebutkan
oleh Imam Daruquthni dari Umar R.A.. Meskipun
itu memungkinkan untuk diterima dari
segi maknanya, riwayat tersebut tidak terdokumentasikan dalam sebuah hadits shohih
dan tidak pula diriwayatkan oleh seorang
perawi adil.
Ayat (5)
Imam Bukhori meriwayatkan dari Anas R.A., ia
berkata, "Umar bin Khoththob R.A. berkata,
'Para istri Rosulullah S.A.W. bersekongkol
untuk cemburu kepada beliau. Aku berkata,
'Siapa tahu, ketika beliau menceraikan kalian,
barangkali Tuhan beliau memberi beliau istriistri pengganti yang lebih baik dari kalian."'
Lalu turunlah ayat 5 ini.عَسٰى رَبُّهٗٓ اِنْ طَلَّقَكُنَّ اَنْ يُّبْدِلَهٗٓ اَزْوَاجًا خَيْرًا مِّنْكُنَّ مُسْلِمٰتٍ مُّؤْمِنٰتٍ قٰنِتٰتٍ تٰۤىِٕبٰتٍ عٰبِدٰتٍ سٰۤىِٕحٰتٍ ثَيِّبٰتٍ وَّاَبْكَارًا
Imam Bukhori juga meriwayatkan dari Anas
R.A. dari Umar bin Khoththob R.A., ia berkata,
"Telah sampai kepada kami dari sebagian
Ummul Mukminin tentang kesusahan yang
dialami Rosulullah S.A.W dan sikap merekayang
menyakiti dan membuat beliau jengkel. Lalu
aku pun menemui mereka satu persatu untuk
menasihatinya dan melarangnya melakukan hal-hal yang menyakiti Rosulullah S.A.W., dan
aku berkata, jika kalian menolak dan tetap
bersikap seperti ini, maka Allah S.W.T akan
memberi beliau istri-istri pengganti yang lebih
baik dari kalian,' hingga aku pun menemui
Zainab R.A. Lalu ia berkata, 'Wahai putra Al-Khoththob, tiadakah pada diri Rosulullah
S.A.W, sesuatu yang bisa menasihati para istri
beliau, hingga kamu sampai harus menasihati
mereka.' Aku pun menahan diri." Lalu Allah
S.W.T pun menurunkan ayat 5 surat At-Tahriim.
Kandungan Surah
Surat Madaniyyah yang satu ini memuat
beberapa hukum syari'at yang khusus berkaitan dengan para Ummul Mukminin (para
istri Nabi Muhammad S.A.W.), supaya bisa menjadi contoh yang diikuti bagi segenap umat.
Surat ini mengawali pembicaraannya dengan teguran halus kepada Nabi Muhammad
S.A.W. atas langkah beliau yang mengharamkan atas diri beliau sendiri sesuatu yang
mubah, yaitu madu sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadits shohih. Beliau
melakukan hal itu dengan maksud untuk menyenangkan sebagian istri-istri belia يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَآ اَحَلَّ اللّٰهُ لَكَۚ تَبْتَغِيْ مَرْضَاتَ اَزْوَاجِكَۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Selanjutnya, surah ini mengarahkan teguran
kepada sebagian istri Nabi Muhammad S.A.W.
karena mereka membocorkan sebuah rahasia
Nabi Muhammad S.A.W. yang beliau sampaikan
kepada istri beliau, Hafsah R.A. Hafsah R.A.
membocorkan rahasia itu kepada Aisyah R.A.
sehingga menyebabkan Nabi Muhammad
S.A.W. murka dan ingin menceraikan istri-istri
beliau. Allah S.W.T pun mengancam mereka
dengan memberi beliau para istri pengganti
yang lebih baik dari mereka, وَاِذْ اَسَرَّ النَّبِيُّ اِلٰى بَعْضِ اَزْوَاجِهٖ حَدِيْثًاۚ فَلَمَّا نَبَّاَتْ بِهٖ وَاَظْهَرَهُ اللّٰهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهٗ وَاَعْرَضَ عَنْۢ بَعْضٍۚ فَلَمَّا نَبَّاَهَا بِهٖ قَالَتْ مَنْ اَنْۢبَاَكَ هٰذَاۗ قَالَ نَبَّاَنِيَ الْعَلِيْمُ الْخَبِيْرُ dan عَسٰى رَبُّهٗٓ اِنْ طَلَّقَكُنَّ اَنْ يُّبْدِلَهٗٓ اَزْوَاجًا خَيْرًا مِّنْكُنَّ مُسْلِمٰتٍ مُّؤْمِنٰتٍ قٰنِتٰتٍ تٰۤىِٕبٰتٍ عٰبِدٰتٍ سٰۤىِٕحٰتٍ ثَيِّبٰتٍ وَّاَبْكَارًا Peringatan dan penyadaran
ini relevan jika diikuti dengan perintah untuk
memelihara anggota keluarga beriman dari
neraka serta menggugah rasa takut kepada
balasan siksa. Juga, perintah untuk bertobat
dengan tobatannashuuhah, berjihad melawan para
musuh kafir dan munafik tanpa disibukkan
oleh hal ihwal rumah tangga dan keluarga.
Surat ini ditutup dengan memberikan
dua contoh besar salah satunya contoh orang-orang kafir dan yang kedua adalah contoh
orang-orang Mukmin. Yang pertama adalah
contoh perempuan yang kafir yang menjadi
istri dari laki-laki yang Mukmin dan sholeh,
yaitu istri Nabi Nuh A.S. dan istri Nabi Luth
A.S. Yang kedua adalah contoh perempuan
Mukminah yang menjadi istri dari laki-laki
kafir dan jahat, serta contoh perempuan
merdeka yang bertakwa yang batuul (perawan
dan tidak menikah karena memfokuskan diri
untuk mengabdi kepada Tuhan) yang tidak
menjadi istri dari siapa pun. Hal ini untuk
mengingatkan dan menyadarkan manusia
tentang keharusan bersandar kepada diri
sendiri tanpa mengandalkan orang lain
bahwa di akhirat seseorang tidak bisa
menjadi juru selamat bagi orang lain serta
tidak bergunanya nasab ketika buruk amal
perbuatannya.
Tafsir dan Penjelasan
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَآ اَحَلَّ اللّٰهُ لَكَۚ تَبْتَغِيْ مَرْضَاتَ اَزْوَاجِكَۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu? Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.1
{ يا أيها النبي لم تحرم ما أحل الله لك } من أمتك مارية القبطية لما واقعها في بيت حفصة وكانت غائبة فجاءت وشق عليها كون ذلك في بيتها وعلى فراشها حيث قالت : هي حرام علي { تبتغي } بتحريمها { مرضاة أزواجك } أي رضاهن { والله غفور رحيم } غفر لك هذا التحريم
1. (Hai nabi! Mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu) mengenai istri budak wanitamu, yakni Mariyah Al-Qibthiah; yaitu sewaktu Nabi menggaulinya di rumah Hafshah, sedangkan pada waktu itu Siti Hafshah sedang tidak ada di rumah. Lalu datanglah Siti Hafshah, dan ia merasa keberatan dengan adanya hal tersebut yang dilakukan oleh Nabi di dalam rumahnya dan di tempat tidurnya. Lalu kamu mengatakan, dia (Siti Mariyah) haram atas diriku (kamu mencari) dengan mengharamkannya atas dirimu (keridaan istri-istrimu) kerelaan mereka terhadap dirimu. (Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) Dia telah mengampunimu atas tindakan pengharamanmu itu.
Wahai Nabi, mengapa kamu melarang
dirimu dari sebagian apa yang telah diperbolehkan Allah S.W.T untukmu, dengan maksud
kamu ingin menyenangkan dan mengambil
hati istri-istrimu. Allah S.W.T Maha Pengampun
terhadap keteledoran darimu berupa sikap
mengharamkan apa yang dihalalkan Allah S.W.T
bagimu serta terhadap kealpaan-kealpaan
yang telah lalu. Allah S.W.T juga Maha Penyayang kepadamu. Dia tidak menghukum kamu
atas dosa yang telah kamu tobati serta tidak
menuntut pertanggungjawabanmu atas dosa
tersebut.
Ini merupakan bentuk teguran halus dengan nuansa penuh keramahan, seperti ayat, dalam Al-Qur'anul karim surat At-Taubah (9) ayat 43: عَفَا اللّٰهُ عَنْكَۚ لِمَ اَذِنْتَ لَهُمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا وَتَعْلَمَ الْكٰذِبِيْنَ
Allah memaafkanmu (Muhammad). Mengapa engkau memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar-benar (berhalangan) dan sebelum engkau mengetahui orang-orang yang berdusta?
Di sini, sikap Rosulullah S.A.W. yang membuat pantangan dan menahan diri dari sesuatu
yang halal disebut dosa, sementara sikap seperti itu adalah mubah bagi selain beliau.
Hal ini sebagai bentuk pengagungan kepada
posisi, status, dan kedudukan beliau yang
mulia. Juga sekaligus menyiratkan sebuah
pengertian bahwa sikap tarkul aulaa (meninggalkan sesuatu yang lebih utama) bagi
beliau hukumnya adalah seperti dosa, meskipun pada kenyataannya hal itu bukanlah dosa.
Yang dimaksud dengan At-Tahriim atau
pengharaman di sini adalah berpantangan dan
menahan diri dari mengonsumsi madu atau
dari bersenang-senang dengan sebagian istri
beliau, bukannya meyakini keharaman hal
tersebut setelah dihalalkan Allah S.W.T karena
mengharamkan sesuatu yang halal adalah
kafir. Imam Al-Qurthubi mengatakan, yang shohih
adalah bahwa ini merupakan teguran karena
meninggalkan sesuatu yang lebih utama bahwa
Rosulullah S.A.W. tidak pernah melakukan suatu
perbuatan dosa baik kecil maupun besar. Imam Abu Hanifah melihat, sikap mengharamkan sesuatu yang halal (menahan diri
dari sesuatu yang halal, membuat pantangan
untuk diri sendiri terhadap sesuatu yang halal)
adalah sebagai bentuk sumpah dalam setiap
hal, sesuai dengan niatnya. Jika seseorang
mengharamkan suatu makanan, berarti ia
bersumpah untuk tidak memakannya. Jika
ia mengharamkan suatu pakaian, minuman
atau sesuatu yang mubah, itu memiliki posisi
seperti sumpah. Jika ia mengharamkan
seorang istrinya, berarti ia telah melakukan
sumpah iilaa' (bersumpah untuk tidak
menyetubuhi istri) terhadapnya jika memang
ia tidak memiliki niat dan maksud tertentu.
Namun jika itu ia niatkan atau maksudkan
zhihaar, itu menjadi zhihaar. jika ia niatkan
talak, itu menjadi talak baa'in, jika ia niatkan
jumlah talak tertentu, seperti dua atau tiga, itu
berlaku sesuai dengan niatnya. Sementara itu, imam asy-Syafi'i tidak
melihat hal itu sebagai sumpah, tetapi sebagai
sebab membayar kafarat menyangkut istri saja. fika ia niati talak, yang terjadi adalah
talak ra7'i. Apabila ada seseorang bersumpah
untuk tidak makan suatu makanan, lalu ia
melanggarnya, berarti ia telah melanggar
sumpah dan ia harus membayar kafarat. Seperti penegasan firman Allah SWT dalam Al-Qur'anul karim surat At-Tahrim ayat 2:
قَدْ فَرَضَ اللّٰهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ اَيْمَانِكُمْۚ وَاللّٰهُ مَوْلٰىكُمْۚ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ
Sungguh, Allah telah mewajibkan kepadamu membebaskan diri dari sumpahmu; dan Allah adalah pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui, Mahabijaksana.2
{ قد فرض الله } شرع { لكم تحلة أيمانكم } تحليلها بالكفارة المذكورة في سورة المائدة ومن الإيمان تحريم الأمة وهل كفر صلى الله عليه و سلم ؟ قال مقاتل : أعتق رقبة في تحريم مارية وقال الحسن : لم يكفر لأنه صلى الله عليه و سلم مغفور له { والله مولاكم } ناصركم { وهو العليم الحكيم }
2. (Sesungguhnya Allah telah mewajibkan) telah mensyariatkan (kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpah kalian) artinya kalian melepaskan diri dari sumpah yang telah kalian katakan dengan cara membayar kifarat sebagaimana yang telah disebutkan di dalam surat Al-Maidah. Dan termasuk di antara sumpah-sumpah itu ialah mengharamkan budak wanita. Apakah Nabi membayar kifarat? Muqatil mengatakan, bahwa Nabi saw. telah memerdekakan seorang budak sebagai kifaratnya yang telah mengharamkan Siti Mariyah atas dirinya. Akan tetapi Hasan mengatakan, bahwa Nabi tidak membayar kifarat, karena sesungguhnya ia telah mendapat ampunan dari Allah (dan Allah adalah Pelindung kalian) yang menolong kalian (dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana).
Firman Allah SWT dalam Al-Qur'anul karim surat Al-Maidah (5) ayat 89:
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللّٰهُ بِاللَّغْوِ فِيْٓ اَيْمَانِكُمْ وَلٰكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُّمُ الْاَيْمَانَۚ فَكَفَّارَتُهٗٓ اِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسٰكِيْنَ مِنْ اَوْسَطِ مَا تُطْعِمُوْنَ اَهْلِيْكُمْ اَوْ كِسْوَتُهُمْ اَوْ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ ۗفَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ ۗذٰلِكَ كَفَّارَةُ اَيْمَانِكُمْ اِذَا حَلَفْتُمْ ۗوَاحْفَظُوْٓا اَيْمَانَكُمْ ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Barangsiapa tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasalah tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah. Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan hukum-hukum-Nya kepadamu agar kamu bersyukur (kepada-Nya).
Allah SWT telah menjelaskan semua
itu. Tidak ada satu orang pun yang boleh
mengharamkan apa yang dihalalkan Allah
SWT. Penghalalan dan pengharaman adalah
mutlak otoritas Allah SWT. fika ada seseorang
yang melakukan sesuatu dari hal itu [mengharamkan sesuatu atas diri sendiri, membuat komitmen untuk berpantangan terhadap
sesuatu), itu tidak berlaku dan tidak mengikat
bagi dirinya. Allah SWT adalah Dzat Yang
menguasai urusan-urusan kalian dan Penolong
kalian terhadap musuh. Allah SWT Maha
Mengetahui tentang apa yang mengandung
kemaslahatan, kebaikan, keselamatan, dan
kebahagiaan kalian, lagi Mahabijaksana dalam segala firman-Nya, perbuatan-Nya dan dalam
mengatur urusan-urusan kalian.
Sebab penuturan ayat tentang tahliil
atau tahillah sumpah ini [menjadikan halal
sumpah yang diucapkan, melepaskan diri dari
sumpah yang diucapkan dengan membayar
kafarat) adalah bahwa tahriim (membuat komitmen untuk berpantangan terhadap sesuatu) yang dilakukan oleh Rasulullah saw.
tersebut zahirnya dibarengi dengan sumpah,
berdasarkan ayat
قَدْ فَرَضَ اللّٰهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ اَيْمَانِكُمْۚ وَاللّٰهُ مَوْلٰىكُمْۚ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ Al-Qur'anul karim surat At-Tahrim ayat 2.
secara
zahir ayat ini menunjukkan bahwa di sana
ada sumpah yang membutuhkan tahillah.
Hal ini dikuatkan oleh sebagian riwayat yang
ada. Ayat ini memiliki persesuaian, korelasi,
dan relevansi dengan ayat sebelumnya atas
dasar pertimbangan bahwa pengharaman
perempuan [membuat komitmen untuk tidak
menggauli istri) atau pengharaman madu
[membuat komitmen untuk berpantangan
terhadap madu) adalah bentuk sumpah, dan
itu adalah bentuk sumpah iilaa'terhadap istri
yang bersangkutan.
Selanjutnya di sini muncul sebuah pertanyaan, yaitu apakah waktu itu Rasulullah saw.
membayar kafarat untuk sumpah beliau itu?
Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat. Hasan
al-Bashri mengatakan, Rasulullah saw tidak
membayar kafarat sumpah tersebut karena
beliau adalah sosok yang telah terampuni
dosanya yang lalu dan yang akan datang.Apa
yang termuat dalam ayat ini tidak lain hanya
untuk mengajari kaum Mukminin. Pandangan
ini perlu ditinjau kembali karena hukumhukum syara' adalah bersifat umum dan tidak
ada dalil yang menunjukkan pembatasan
keumuman hukum yang dijelaskan di sini. Dari
itu, Muqatil mengatakan bahwa Rasulullah saw.
waktu itu memerdekakan budak menyangkut
pengharaman Mariyah al-Qibthiyyah atas diri
beliau. Dikutip dari imam Malik dalam, alMudawwanah bahwa Rasulullah saw waktu
itu membayar kafarat.
Adapun menyangkut masalah seorang
suami mengharamkan istrinya bagi dirinya,
seperti ia berkata kepada istri, "Kamu adalah
haram bagiku," atau, "Yang halal adalah haram
bagiku" tanpa mengecualikan apa pun dalam
pernyataannya itu, dalam hal ini terdapat
lima belas versi pendapat sebagaimana yang
disebutkan oleh Ibnul Arabi. Di antaranya
adalah apa yang telah kami sebutkan di atas,
yaitu bahwa imam Abu Hanifah mengatakan
jika orang tersebut memiliki niat dan maksud
talak atau zhihaar, pernyataannya sesuai
dengan niat dan maksudnya. fika ia tidak
memiliki suatu niat dan maksud tertentu,
pernyataannya adalah berlaku sebagai sumpah
sehingga berarti ia telah melakukan sumpah
iilaa' terhadap istrinya.
Sementara itu, imam asy-Syafi'i dan
imam Malik berpendapat bahwa hal itu
bukanlah merupakan sumpah. Akan tetapi,
jika ia memiliki niat dan maksud talak dari
pernyataannya itu, pernyataannya berlaku
sebagai talak raj'i. Imam Malik berpendapat
bahwa pernyataannya adalah talak baa'in
yang karenanya jatuhlah tiga talak. Abu Bakar
ash-Shiddiq r.a., Aisyah r.a. dan al-Awza'i
mengatakan bahwa itu adalah bentuk sumpah
yang harus dikafarati.
Selanjutnya, Allah SWT menuturkan dalil
dan bukti petunjuk tentang keluasan ilmu-Nya
yang meliputi segala sesuatu, Al-Qur'anul karim surat At-Tahrim ayat 3
وَاِذْ اَسَرَّ النَّبِيُّ اِلٰى بَعْضِ اَزْوَاجِهٖ حَدِيْثًاۚ فَلَمَّا نَبَّاَتْ بِهٖ وَاَظْهَرَهُ اللّٰهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهٗ وَاَعْرَضَ عَنْۢ بَعْضٍۚ فَلَمَّا نَبَّاَهَا بِهٖ قَالَتْ مَنْ اَنْۢبَاَكَ هٰذَاۗ قَالَ نَبَّاَنِيَ الْعَلِيْمُ الْخَبِيْرُ
Dan ingatlah ketika secara rahasia Nabi membicarakan suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya (Hafsah). Lalu dia menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan peristiwa itu kepadanya (Nabi), lalu (Nabi) memberitahukan (kepada Hafsah) sebagian dan menyembunyikan sebagian yang lain. Maka ketika dia (Nabi) memberitahukan pembicaraan itu kepadanya (Hafsah), dia bertanya, “Siapa yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?” Nabi menjawab, “Yang memberitahukan kepadaku adalah Allah Yang Maha Mengetahui, Mahateliti.”3
{ و } اذكر { إذ أسر النبي إلى بعض أزواجه } هي حفصة { حديثا } هو تحريم مارية وقال لها لا تفشيه { فلما نبأت به } عائشة ظنا منها أن لا حرج في ذلك { وأظهره الله } أطلعه { عليه } على المنبأ به { عرف بعضه } لحفصة { وأعرض عن بعض } تكرما منه { فلما نبأها به قالت من أنبأك هذا قال نبأني العليم الخبير } أي الله
3. (Dan) ingatlah (ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya) yakni kepada Siti Hafshah (suatu pembicaraan) tentang mengharamkan Siti Mariyah atas dirinya, kemudian Nabi berkata kepada Siti Hafshah, "Jangan sekali-kali kamu membuka rahasia ini." (Maka tatkala menceritakan peristiwa itu) kepada Siti Aisyah, ia menduga bahwa hal ini tidak dosa (dan Allah memberitahukan hal itu) Dia membukanya (kepadanya) yakni kepada Nabi Muhammad tentang pembicaraan Siti Hafshah kepada Siti Aisyah itu (lalu dia memberitahukan sebagiannya) kepada Siti Hafshah (dan menyembunyikan sebagian yang lain) sebagai kemurahan dari dirinya terhadap dia. (Maka tatkala dia, Muhammad, memberitahukan pembicaraan itu, lalu Hafshah bertanya, "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab, "Telah diberitahukan kepadaku oleh Yang Maha Mengetahui lagi Maha Waspada") yakni Allah
Ingatlah ketika Nabi Muhammad saw.
menyampaikan suatu pembicaraan secara
rahasia kepada istri beliau, Hafshah r.a., yaitu pengharaman madu atau Mariyah (membuat
komitmen untuk berpantangan terhadap madu
atau terhadap Mariyah), atau pembicaraan
bahwa ayah Hafshah r.a. (yaitu Umar bin
Khaththab r.a.) dan ayah Aisyah r.a. (yaitu Abu
Bakar ash-Shiddiq r.a.) akan menjadi khalifah
sepeninggal beliau nantinya. Ketika rahasia itu dibocorkan oleh
Hafshah r.a. kepada orang lain, dan Allah SWT
pun memberitahukan kepada Rasulullah saw.
tentang apa yang telah dilakukan Hafshah r.a.
tersebut, yaitu membocorkan rahasia beliau
kepada orang lain, Rasulullah saw. pun mengungkapkan kepada Hafshah r.a. sebagian rahasia yang ia bocorkan, sedangkan sebagian
yang lain tidak beliau ungkapkan kepadanya.
Meskipun beliau mengetahui semua rahasia
yang dibocorkan oleh Hafshah r.a. karena
diberitahu oleh Allah SWT beliau tidak mengungkapkan kepada Hafshah r.a. semua yang
beliau ketahui itu, tetapi beliau hanya mengungkapkan sebagiannya saja kepadanya. Al-Qur'anul karim surat At-Tahrim ayat 3
وَاِذْ اَسَرَّ النَّبِيُّ اِلٰى بَعْضِ اَزْوَاجِهٖ حَدِيْثًاۚ فَلَمَّا نَبَّاَتْ بِهٖ وَاَظْهَرَهُ اللّٰهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهٗ وَاَعْرَضَ عَنْۢ بَعْضٍۚ فَلَمَّا نَبَّاَهَا بِهٖ قَالَتْ مَنْ اَنْۢبَاَكَ هٰذَاۗ قَالَ نَبَّاَنِيَ الْعَلِيْمُ الْخَبِيْرُ
Ketika Rasulullah saw. mengungkapkan
kepada Hafshah r.a. tentang apa yang telah ia
bocorkan dari pembicaraan rahasia itu, ia pun
berkata kepada beliau, "Bagaimana Anda bisa
tahu, siapakah yang telah memberitahukan hal
itu kepada Anda?" Beliau pun berkata, "Telah
diberitahukan kepadaku oleh Allah SWT Yang
tiada suatu apa pun yang tersembunyi dariNya. Dia Maha Mengetahui segala rahasia,
Maha Mengetahui segala apa yang ada di langit
dan bumi."
Selanjutnya Allah SWT memberikan
pengarahan kepada kedua istri Rasulullah
saw. itu, yaitu Hafshah r.a. dan Aisyah r.a. untuk bertobat, serta melayangkan teguran kepada
mereka berdua, seperti Firman Allah SWT dalam Al-Qur'anul karim surat At-Tahrim (66) ayat 4
اِنْ تَتُوْبَآ اِلَى اللّٰهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوْبُكُمَاۚ وَاِنْ تَظٰهَرَا عَلَيْهِ فَاِنَّ اللّٰهَ هُوَ مَوْلٰىهُ وَجِبْرِيْلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِيْنَۚ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ بَعْدَ ذٰلِكَ ظَهِيْرٌ
Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sungguh, hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebenaran); dan jika kamu berdua saling bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sungguh, Allah menjadi pelindungnya dan (juga) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain itu malaikat-malaikat adalah penolongnya.4
{ إن تتوبا } أي حفصة وعائشة { إلى الله فقد صغت قلوبكما } مالت إلى تحريم مارية أي سركما ذلك مع كراهة النبي صلى الله عليه و سلم له وذلك ذنب وجواب الشرط محذوف أي تقبلا وأطلق قلوب على قلبين ولم يعبر به لاستثقال الجمع بين تثنيتين فيما هو كالكلمة الواحدة { وإن تظاهرا } بإدغام التاء الثانية في الأصل في الظاء وفي قراءة بدونها تتعاونا { عليه } أي النبي فيما يكرهه { فإن الله هو } فصل { مولاه } ناصره { وجبريل وصالح المؤمنين } أبوبكر وعمر رضي الله عنهما معطوف على محل اسم إن فيكونون ناصريه { والملائكة بعد ذلك } بعد نصر الله والمذكورين { ظهير } ظهراء أعوان له في نصره عليكما
4. (Jika kamu berdua bertobat) yakni Siti Hafshah dan Siti Aisyah (kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong) cenderung untuk diharamkannya Siti Mariyah, artinya, kamu berdua merahasiakan hal tersebut dalam hati kamu, padahal Nabi tidak menyukai hal tersebut, dan hal ini adalah suatu perbuatan yang berdosa. Jawab Syarat dari kalimat ini tidak disebutkan, yakni jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka tobat kamu diterima. Diungkapkan dengan memakai lafal quluubun dalam bentuk jamak sebagai pengganti dari lafal qalbaini, hal ini tiada lain karena dirasakan amat berat mengucapkan dua isim tatsniah yang digabungkan dalam satu lafal (dan jika kamu berdua saling bantu-membantu) lafal tazhaahara artinya bantu-membantu. Menurut qiraat yang lain dibaca tazhzhaharaa bentuk asalnya adalah Tatazhaaharaa, kemudian huruf ta yang kedua diidgamkan ke dalam huruf zha sehingga jadilah tazhzhaaharaa (terhadapnya) terhadap Nabi dalam melakukan hal-hal yang tidak disukainya, yakni membuat susah Nabi saw. (maka sesungguhnya Allah adalah) lafal huwa ini merupakan dhamir fashl (Pelindungnya) maksudnya, yang menolongnya (dan begitu pula Jibril dan orang-orang mukmin yang saleh) seperti Abu Bakar dan Umar radhiallahu ‘anhu Lafal ini diathafkan secara mahall kepada isimnya inna, yakni begitu pula mereka akan menjadi penolongnya (dan selain dari itu malaikat-malaikat) yaitu sesudah pertolongan Allah dan orang-orang yang telah disebutkan tadi (adalah penolongnya pula) maksudnya mereka semua menjadi penolong Nabi terhadap kamu berdua.
|ika kamu berdua bertobat kepada Allah
SWT lalu kamu berdua menutupi dan menyembunyikan rahasia itu, menyukai apa
yang disukai oleh Rasulullah saw. dan membenci apa yang dibenci oleh beliau, niscaya
tobat kamu berdua itu diterima dan diperkenankan. Itu adalah tentu lebih baik bagi
kamu berdua. Sungguh hati kamu berdua telah
condong menjauh dari kebenaran dan kebaikan, yaitu memuliakan dan mengagungkan
Rasulullah saw. serta menjaga, menghormati,
dan menjunjung tinggi rahasia beliau.
Pesan atau khithaab perkataan ini ditujukan kepada Hafshah r.a. dan Aisyah r.a.. Hal
ini berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh
imam Ahmad dalam musnadnya dari Abdullah
bin Abbas r.a., bahwasanya ia berkata,'Aku terus
memendam keinginan kuat untuk bertanya
kepada Umar bin Khaththab r.a. tentang dua
istri Rasulullah saw, yang dimaksudkan dalam
ayat, اِنْ تَتُوْبَآ اِلَى اللّٰهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوْبُكُمَاۚ hingga ketika
Umar bin Khaththab r.a. pergi haji dan aku
pun pergi haji juga bersamanya, meka ketika
sampai di suatu jalan, Umar bin Khaththab
r.a. keluar dari jalan dan pergi ke suatu
tempat untuk buang air besan dan aku pun
menemaninya sambil membawakan kantong
air untuknya. Kemudian, setelah selesai, Umar
bin Khaththab r.a. datang menghampiriku,lalu
aku pun menuangkan air ke kedua tangannya
untuk berwudhu. Lalu aku pun bertanya
kepadanya, 'Wahai Amirul Mukminin, siapakah
dua istri Rasulullah saw, yang dimaksudkan
dalam ayat, اِنْ تَتُوْبَآ اِلَى اللّٰهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوْبُكُمَاۚ Lalu lJmar
bin Khaththab r.a.berkata, Aku heran sekaligus
kagum kepadamu wahai lbnu Abbas. Kedua
rstri Rasulullah saw. yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah Aisyah r.a. dan Hafshah
r.a,,"'
اِنْ تَتُوْبَآ اِلَى اللّٰهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوْبُكُمَاۚ وَاِنْ تَظٰهَرَا عَلَيْهِ فَاِنَّ اللّٰهَ هُوَ مَوْلٰىهُ وَجِبْرِيْلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِيْنَۚ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ بَعْدَ ذٰلِكَ ظَهِيْرٌ
"Dan jika kamu berdua saling bantumembantu menyusahkan Nabi, maka sungguh,
Allah menjadi pelindungnya dan (juga) Jibril
dan orang-orang mukminyang baik; dan selain
itu malaikat-malaikat adalah penolongnya."
fika kamu berdua bantu-membantu untuk
menyakiti Rasulullah saw karena didorong
oleh motif rasa cemburu dan keinginan
membocorkan rahasia beliau, sesungguhnya
Allah SWT menjamin untuk menolong beliau,
demikian pula halnya dengan Malaikat fibril
a.s. dan orang-orangsaleh dari kaum Mukminin
seperti Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. dan Umar
bin Khaththab r.a.. Di samping pertolongan
Allah SWT serta pertolongan Malaikat fibril
a.s. dan orang-orang Mukmin yang saleh itu,
para malaikat juga menjadi para penolong,
pembela, penjaga dan pengawal beliau. Kalimat بَعْدَ ذٰلِكَ mengandung makna pengagungan
kepada malaikat, serta dukungan, bantuan,
pertolongan, dan pembelaan mereka kepada
Rasulullah saw.
Kita tidak pernah melihat pertolongan,
perlindungan, dan dukungan Rabbani yang
seperti ini kepada salah seorang nabi, rasul, dan
segenap manusia. Hanya Rasulullah saw, satusatunya manusia yang mendapatkan semua
itu. Hal ini sebagai bentuk mubaalaghah atau
intensifikasi dalam menegaskan keagungan
posisi dan kedudukan Nabi Muhammad saw.,
keterbebasan beliau dari tipu daya kaum
perempuan, serta membuyarkan segenap
angan-angan kaum musyrikin dan munafikin
untuk melakukan berbagai upaya tipu daya,
rekayasa, konspirasi, dan gangguan guna menyakiti dan mencelakai beliau.
Selanjutnya, Allah SWT memperingatkan
dan mewanti-wanti Hafshah r.a. dan Aisyah r.a.
berikut segenap para istri yang lain, dalam Al-Qur'anul karim surat At-Tahrim (66) ayat 5 Allah SWT berfirman:
عَسٰى رَبُّهٗٓ اِنْ طَلَّقَكُنَّ اَنْ يُّبْدِلَهٗٓ اَزْوَاجًا خَيْرًا مِّنْكُنَّ مُسْلِمٰتٍ مُّؤْمِنٰتٍ قٰنِتٰتٍ تٰۤىِٕبٰتٍ عٰبِدٰتٍ سٰۤىِٕحٰتٍ ثَيِّبٰتٍ وَّاَبْكَارًا
Jika dia (Nabi) menceraikan kamu, boleh jadi Tuhan akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari kamu, perempuan-perempuan yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang beribadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.
{ عسى ربه إن طلقكن } أي طلق النبي أزواجه { أن يبدله } بالتشديد والتخفيف { أزواجا خيرا منكن } خبر عسى والجملة جواب الشرط ولم يقع التبديل لعدم وقوع الشرط { مسلمات } مقرات بالإسلام { مؤمنات } مخلصات { قانتات } مطيعات { تائبات عابدات سائحات } صائمات أو مهاجرات { ثيبات وأبكارا }
5. (Jika Nabi menceraikan kalian, boleh jadi Rabbnya) maksudnya, jika nabi menceraikan istri-istrinya (akan memberi ganti kepadanya) dapat dibaca yubdilahu dan yubaddilahu (dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian) lafal azwaajan ini menjadi khabar dari lafal 'asaa sedangkan jumlah an yubdilahu dan seterusnya menjadi jawab syarath. Di sini tidak ada badal karena apa yang disebutkan pada syarat tidak terjadi, yakni perceraian itu tidak pernah terjadi (yang patuh) artinya mengakui Islam (yang beriman) yakni ikhlas hatinya kepada Islam (yang taat) mereka taat (yang bertobat, rajin beribadat, rajin berpuasa) yakni gemar melakukan puasa atau yang berhijrah (yang janda dan yang perawan)
Allah SWT mempunyai kuasa yang agung,
total, mutlak, dan absolut. fika memang benarbenar terjadi talak dari beliau terhadap kalian,
Allah SWT kuasa untuk memberi beliau para
istri pengganti yang lebih baik dari kalian,
yang senantiasa melaksanakan kewajibankewajiban Islam, sempurna keimanannya kepada Allah SWT malaikat-Nya, kitab-kitabNya, dan rasul-rasul-Nya, senantiasa taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, senantiasa
bertobat dari dosa-dosa dan kesalahan, senantiasa rajin dan tekun beribadah kepada
Allah SWT dengan penuh kekhidmatan dan
ketundukan kepada-Nya, senantiasa rajin berpuasa, sebagiannya berstatus janda dan sebagiannya berstatus masih gadis perawan.
Tsayyib adalah perempuan yang telah
menikah, kemudian ditalak oleh suaminya
atau ditinggal mati oleh suaminya. Sedangkan
al-Bikr adalah gadis perawan. Al-Kalbi mengatakan yang dimaksudkan dengan janda
adalah seperti Asiyah, istri Fir'aun, sedangkan
yang dimaksudkan dengan gadis perawan
adalah seperti Maryam binti'lmran. Pandangan
ini disimpulkan dari hadits-hadits yang dhaif
dan dilandaskan pada persepsi bahwa janji
memberi ganti ini adalah di akhirat saja.
Jika dilihat dengan saksama, semua sifat,
kriteria, dan predikat tersebut mungkin bisa
berkumpul pada diri satu orang kecuali dua sifat dan kriteria terakhit yaitu janda dan
gadis. Dari itu, kedua kata ini disebutkan
dengan menggunakan huruf 'athaf wawu,
untuk memberikan pengertian bahwa kedua
sifat dan predikat tersebut adalah dua kriteria
yang bertentangan dan tidak mungkin berkumpul pada diri satu orang, karena 'athaf
menghendaki bahwa dua hal itu adalah
berbeda.
Ayat ini mengandung ancaman sangat
keras atas sikap dan upaya-upaya menyakiti
Rasulullah saw. karena tidak ada sesuatu
yang lebih berat dan keras bagi seorang istri
daripada talak dan keinginan hati si suami
untuk menikah dengan perempuan lain.
Sungguh itu merupakan sebuah pukulan
keras bagi seorang perempuan, bencana yang
menyayat hati, sangat menyedihkan, membuat
hati dan pikiran selalu gelisah, tidak bisa tidun
meremukkan perasaan dan menghancurkan
kebahagiaan jiwa dalam kehidupan.
Dalam ayat ini juga terkandung janji
dari Allah SWT kepada Nabi-Nya saw. untuk
menikahkan beliau dengan perempuan yang
beliau inginkan di dunia menurut suatu versi
pendapat atau di akhirat menurut versi pendapat yang lain. Namun yang lebih utama
adalah menggabungkan dan mengombinasikan di antara keduanya, yaitu di dunia dan
akhirat.
Qiroo'at
l'roob
Kalimat تَبْتَغِيْ مَرْضَاتَ اَزْوَاجِكَۗ yang tercantum pada firman Allah SWT dalam Al-Qur'anul karim surat At-Tahrim (66) ayat 1:
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَآ اَحَلَّ اللّٰهُ لَكَۚ تَبْتَغِيْ مَرْضَاتَ اَزْوَاجِكَۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ini adalah jumtah
fi'liyyah berkedudukan nashab sebagai haal
dari dh amir yang terdap at pada fi' il تُحَرِّمُ
فَقَدْصَغَتْ قُلُوْبُكُمَاۚpada firman Allah SWT dalam Al-Qur'anul karim surat At-Tahrim (66) ayat 4
اِنْ تَتُوْبَآاِلَى اللّٰهِ فَقَدْصَغَتْ قُلُوْبُكُمَاۚوَاِنْ تَظٰهَرَاعَلَيْهِ فَاِنَّ اللّٰهَ هُوَ مَوْلٰىهُ وَجِبْرِيْلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِيْنَۚ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ بَعْدَ ذٰلِكَ ظَهِيْرٌ di sini digunakan bentuk
kata jamak al-Quluub bukan menggunakan
bentuk kata tatsniyah qalbaakumaq karena
setiap sesuatu yang di tubuh hanya ada satu,
maka tatsniyahnya adalah dengan menggunakan bentuk jamak. Al-Qalbu di tubuh hanya
ada satu. Namun seandainya tetap digunakan
bentuk tatsniyahnya atau bentuk mufradnya,
itu boleh-boleh saja, seperti seandainya dikatakan qalbaakumaa, atau qalbukumaa.
فَاِنَّ اللّٰهَ هُوَ مَوْلٰىهُ kata هُوَ di sini adalah
dhamir fashl atau munfashil. وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ بَعْدَ ذٰلِكَ ظَهِيْرٌ di sini
digunakan kata ظَهِيْرٌ dalam bentuk mufrad
atau tunggal, bukan dalam bentuk jamak
zhuharaa'karena kata yang mengikuti wazan, fa'iilbisa untuk satu dan jamak, seperti pada Al-Qur'anul karim ayat 80 surat Yusuf (12)
فَلَمَّا اسْتَا۟يْـَٔسُوْا مِنْهُ خَلَصُوْا نَجِيًّاۗ قَالَ كَبِيْرُهُمْ اَلَمْ تَعْلَمُوْٓا اَنَّ اَبَاكُمْ قَدْ اَخَذَ عَلَيْكُمْ مَّوْثِقًا مِّنَ اللّٰهِ وَمِنْ قَبْلُ مَا فَرَّطْتُّمْ فِيْ يُوْسُفَ فَلَنْ اَبْرَحَ الْاَرْضَ حَتّٰى يَأْذَنَ لِيْٓ اَبِيْٓ اَوْ يَحْكُمَ اللّٰهُ لِيْۚ وَهُوَ خَيْرُ الْحٰكِمِيْنَ
Maka ketika mereka berputus asa darinya (putusan Yusuf) mereka menyendiri (sambil berunding) dengan berbisik-bisik. Yang tertua di antara mereka berkata, “Tidakkah kamu ketahui bahwa ayahmu telah mengambil janji dari kamu dengan (nama) Allah dan sebelum itu kamu telah menyia-nyiakan Yusuf? Sebab itu aku tidak akan meninggalkan negeri ini (Mesir), sampai ayahku mengizinkan (untuk kembali), atau Allah memberi keputusan terhadapku. Dan Dia adalah hakim yang terbaik.”
Terkadang penggunaan bentuk kata tunggal
sudah mewakili jamak, seperti pada ayat 67 surat Al-Mu'min/Al-Ghofir (40), Allah berfirman:
هُوَ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوْٓا اَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُوْنُوْا شُيُوْخًا ۚوَمِنْكُمْ مَّنْ يُّتَوَفّٰى مِنْ قَبْلُ وَلِتَبْلُغُوْٓا اَجَلًا مُّسَمًّى وَّلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ
Dialah yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari setetes mani, lalu dari segumpal darah, kemudian kamu dilahirkan sebagai seorang anak, kemudian dibiarkan kamu sampai dewasa, lalu menjadi tua. Tetapi di antara kamu ada yang dimatikan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) agar kamu sampai kepada kurun waktu yang ditentukan, agar kamu mengerti.
اَنْ يُّبْدِلَهٗٓ اَزْوَاجًا خَيْرًا مِّنْكُنَّ kalimat yang terdapat pada Al-Qur'anul karim surat At-Tahrim(66) ayat 5 yaitu
عَسٰى رَبُّهٗٓ اِنْ طَلَّقَكُنَّ اَنْ يُّبْدِلَهٗٓ اَزْوَاجًا خَيْرًا مِّنْكُنَّ مُسْلِمٰتٍ مُّؤْمِنٰتٍ قٰنِتٰتٍ تٰۤىِٕبٰتٍ عٰبِدٰتٍ سٰۤىِٕحٰتٍ ثَيِّبٰتٍ وَّاَبْكَارًا
ini menjadi
jawabnya syarat, sedangkan kalimat, اَنْ يُّبْدِلَهٗٓ menjadi khabar untuk fi'ilnya عَسٰى
Balaaghoh
Kalimat تُحَرِّمُ مَآ اَحَلَّ dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur'anul karim surat At-Tahrim (66) ayat 1 يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَآ اَحَلَّ اللّٰهُ لَكَۚ تَبْتَغِيْ مَرْضَاتَ اَزْوَاجِكَۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ di sini terdapat Ath-Thibaaq,
yaitu antara kata تُحَرِّمُ dan اَحَلَّ Begitu juga
antara kata عَرَّفَ dan اَعْرَضَ pada ayat ke 3 surat At-Tahrim (66)
وَاِذْ اَسَرَّ النَّبِيُّ اِلٰى بَعْضِ اَزْوَاجِهٖ حَدِيْثًاۚ فَلَمَّا نَبَّاَتْ بِهٖ وَاَظْهَرَهُ اللّٰهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهٗ وَاَعْرَضَ عَنْۢ بَعْضٍۚ فَلَمَّا نَبَّاَهَا بِهٖ قَالَتْ مَنْ اَنْۢبَاَكَ هٰذَاۗ قَالَ نَبَّاَنِيَ الْعَلِيْمُ الْخَبِيْرُ
serta antara kata ثَيِّبٰتٍ dan اَبْكَارًا pada Al-Qur'anul karim surat At-Tahrim(66) ayat 5 yaitu
عَسٰى رَبُّهٗٓ اِنْ طَلَّقَكُنَّ اَنْ يُّبْدِلَهٗٓ اَزْوَاجًا خَيْرًا مِّنْكُنَّ مُسْلِمٰتٍ مُّؤْمِنٰتٍ قٰنِتٰتٍ تٰۤىِٕبٰتٍ عٰبِدٰتٍ سٰۤىِٕحٰتٍ ثَيِّبٰتٍ وَّاَبْكَارًا
Sedangkan kata الْعَلِيْمُ الْخَبِيْرُ, الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ, غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ, ظَهِيْرٌ semua kata ini mengikuti shiighoh mubaalaghoh.
اِنْ تَتُوْبَآاِلَى اللّٰهِ dalam Al-Qur'anul karim surat At-Tahrim (66) ayat 4 yaitu
اِنْ تَتُوْبَآاِلَى اللّٰهِ فَقَدْصَغَتْ قُلُوْبُكُمَاۚوَاِنْ تَظٰهَرَاعَلَيْهِ فَاِنَّ اللّٰهَ هُوَ مَوْلٰىهُ وَجِبْرِيْلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِيْنَۚ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ بَعْدَ ذٰلِكَ ظَهِيْرٌ
di sini ada peralihan dari bentuk kalimat orang ketiga {gaibah) ke bentuk
kalimat orang kedua (khithaab), sebagai bentuk mubaalaghah atau pengintensifikasian teguran yang ada.
Kemudia kalimat وَجِبْرِيْلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِيْنَۚ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ di sini disebutkan
kata yang berbentuk umum, yaitu alMalaa'ikatu setelah kata yang berbentuk
lebih khusus dan spesifih yaitu Jibriil yang
merupakan salah satu malaikat. Hal ini sebagai
bentuk perhatian khusus pada kedudukan
Rasulullah saw. dan pertolongan kepada
beliau.
Mufrodaat Lughowiyyah
Kalimat لِمَ تُحَرِّمُ مَآ اَحَلَّ اللّٰهُ لَكَۚ dalam Al-Qur'anul karim surat At-Tahrim (66) ayat 1 mengapa kamu melarang
dirimu dari sesuatu yang halal, yaitu bermadu.Sedangkan kalimat تَبْتَغِيْ مَرْضَاتَ اَزْوَاجِكَۗ dengan pengharaman dan
pelarangan atas diri sendiri itu, kamu ingin
menyenangkan dan mengambil hati para istrimu. وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ Allah SWT Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. Allah SWT mengampuni
langkah pengharaman yang kamu lakukan
itu karena sesungguhnya tidak boleh mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah
SWT, dan Dia juga Maha Penyayangkepadamu, sekiranya Dia tidak menghukum kamu atas
langkahmu itu. Dia hanya menegur kamu demi
menjaga dan memelihara kemathumanmu.
Pada firman Allah SWT قَدْ فَرَضَ اللّٰهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ اَيْمَانِكُمْۚ dalam ayat ke 2 dari surat At-Tahrim (66) yaitu قَدْ فَرَضَ اللّٰهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ اَيْمَانِكُمْۚ وَاللّٰهُ مَوْلٰىكُمْۚ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ Allah SWT telah
mensyari'atkan bagi kalian pelepasan diri
dari sumpah dengan cara membayar kafarat
sumpah sebagaimana yang disebutkan dalam surah Al-Maa'idah (5) ayat 89
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللّٰهُ بِاللَّغْوِ فِيْٓ اَيْمَانِكُمْ وَلٰكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُّمُ الْاَيْمَانَۚ فَكَفَّارَتُهٗٓ اِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسٰكِيْنَ مِنْ اَوْسَطِ مَا تُطْعِمُوْنَ اَهْلِيْكُمْ اَوْ كِسْوَتُهُمْ اَوْ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ ۗفَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ ۗذٰلِكَ كَفَّارَةُ اَيْمَانِكُمْ اِذَا حَلَفْتُمْ ۗوَاحْفَظُوْٓا اَيْمَانَكُمْ ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
'AIIah tidak menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpahmu yang tidak disengaia
(untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum
kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu
sengaja, maka kafaratnya (denda pelanggaran
sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang
miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu
berikan kepada keluargamu, atau memberi
mereka pakaian atau memerdekakan seorang
hamba sahaya. Barangsiapa tidak mampu
m elakukanny a, maka (kafaratny a) b erpua sal ah
tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu
apabila kamu bersumpah. Dan iagalah
sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan
hukum-hukum-Nya kepadamu agar kamu
bersyukur (kepada-NyaJ."
Muqatil mengatakan waktu itu Nabi
Muhammad saw. membayar kafarat tersebut
dengan memerdekakan budak. Hasan mengatakan beliau tidak membayar kafarat karena
beliau telah diampuni. Hal ini dijadikan sebagai landasan dalil
oleh ulama yang mengatakan bahwa pengharaman sesuatu atas diri sendiri adalah
bentuk sumpah, ditambah dengan adanya
kemungkinan bahwawaktu itu Rasulullah saw
menggunakan kata-kata sumpah, sebagaimana
ada keterangan yang menyebutkan seperti
itu. وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ dan Allah SWT Maha
Mengetahui tentang apa yang baik dan
maslahat bagi kalian, lagi Mahabijaksana dan
Sempurna dalam perbuatan-perbuatan dan
hukum-hukum-Nya.
وَاِذْ اَسَرَّ النَّبِيُّ اِلٰى بَعْضِ اَزْوَاجِهٖ yang terdapat pada ayat ke 3 surat At-Tahrim (66)
وَاِذْ اَسَرَّ النَّبِيُّ اِلٰى بَعْضِ اَزْوَاجِهٖ حَدِيْثًاۚ فَلَمَّا نَبَّاَتْ بِهٖ وَاَظْهَرَهُ اللّٰهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهٗ وَاَعْرَضَ عَنْۢ بَعْضٍۚ فَلَمَّا نَبَّاَهَا بِهٖ قَالَتْ مَنْ اَنْۢبَاَكَ هٰذَاۗ قَالَ نَبَّاَنِيَ الْعَلِيْمُ الْخَبِيْرُ
Allah SWT menjelaskan dan ingatlah
ketika Nabi Muhammad saw. menyampaikan
secara rahasia kepada Hafshah, berdasarkan
keterangan yang mayshur. kata حَدِيْثًاۚ suatu pembicaraan, yaitu pengharaman madu atas diri
beliau yang sebelumnya beliau meminumnya
bersama Zainab binti fahsy, serta tentang
peralihan tampuk kekhilafahan setelah beliau
kepada Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. dan Umar
bin Khaththab r.a. فَلَمَّا نَبَّاَتْ بِهٖ maka tatkala
Hafshah memberitahukan rahasia itu kepada
Aisyah r.a., karena ia mengira bahwa hal itu
tidak apa-apa. وَاَظْهَرَهُ اللّٰهُ عَلَيْهِ dan Allah SWT pun
memberitahukan kepada Nabi Muhammad
saw. tentang apa yang disampaikan dan
dibocorkan oleh Hafshah r.a. kepada Aisyah
r.a. tersebut. عَرَّفَ بَعْضَهٗ وَاَعْرَضَ عَنْۢ بَعْضٍۚ maka
Rasulullah SAW. memberitahukan kepada
Hafshah R.A sebagian dari apa yang telah ia
lakukan sedangkan sebagian yang lain tidak
beliau beritahukan. الْعَلِيْمُ الْخَبِيْرُ Dzat Yang Maha
Mengetahui segala sesuatu secara lengkap
dan sempurna, tiada suatu apapun yang
tersembunyi dari-Nya dan berada di luar
pengetahuan-Nya.
اِنْ تَتُوْبَآاِلَى اللّٰهِ jika kamu berdua, yakni
Hafshah r.a. dan Aisyah r.a., bertobat kepada
Allah SWT fawab untuk syarat di sini dibuang,
yakni tuqbal [pertobatanmu diterima dan diperkenankan). فَقَدْصَغَتْ قُلُوْبُكُمَاۚ karena sungguh
hati kamu berdua telah condong dari hak
Nabi Muhammad saw. yang semestinya kamu
berdua penuhi, yaitu memuliakan, mengagungkan, dan menghormati beliau, dengan
cara mencintai apa yang beliau cintai dan
membenci apa yang beliau benci. وَاِنْ تَظٰهَرَاعَلَيْهِ dan jika kamu berdua saling membantu
dan bersinergi untuk menyakiti drl mengecewakan Nabi Muhammad saw فَاِنَّ اللّٰهَ هُوَ مَوْلٰىهُ maka sesungguhnya Allah SWT Dialah Wali, Pelindung Pembela, dan Penolong
beliau. وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِيْنَۚ dan iuga segenap orang-orang Mukmin yang saleh, seperti Abu Bakar
ash-Shiddiq r.a. dan Umar bin Khaththab
r.a.. Mereka juga adalah orang-orang yang
menolong, membela, dan melindungi beliau. وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ بَعْدَ ذٰلِكَ ظَهِيْرٌ dan di samping itu pula,
para malaikat juga menjadi para penolong dan
pelindung beliau.
عَسٰى رَبُّهٗٓ اِنْ طَلَّقَكُنَّ اَنْ يُّبْدِلَهٗٓ اَزْوَاجًا خَيْرًا مِّنْكُنَّ Pesan
kalimat ini merupakan bentuk at-Taghliib,
yaitu berbentuk umum, tetapi yang dimaksudkan tidaklah semuanya. fika Nabi Muhammad
saw. menceraikan istri-istri beliau, barangkali
Tuhan beliau memberi beliau istri-istri pengganti yang lebih baik dari mereka. Fi'il يُّبْدِلَهٗٓ dengan dal tanpa tasydid. Ada versi qiraa'aat
yang membaca dengan tasydid,yubaddilhu.
Kata مُسْلِمٰتٍ yang mengikrarkan Islam, tunduk, patuh, dan berserah diri kepada Allah
SWT. Sedangkan مُّؤْمِنٰتٍ yang beriman dengan sungguhsungguh dan tulus. قٰنِتٰتٍ yang taat. تٰۤىِٕبٰتٍ yang bertobat dari dosa-dosa. عٰبِدٰتٍ yang
beribadah kepada Allah SWT, dan patuh kepada perintah Rasulullah saw سٰۤىِٕحٰتٍ yang
berpuasa. Orang yang berpuasa disebut saa'ih
(yang berjalan-jalan, berkelana), karena ia berjalan di siang hari tanpa bekal. Atau maksudnya adalah yang berhijrah. ثَيِّبٰتٍ وَّاَبْكَارًا yang
terdiri dari janda dan perawan.
Di sini, pendeskripsian mereka diawali
dengan predikat Islam, yaitu tunduk dan
berserah diri. Kemudian dengan predikat
iman, yaitu percaya dan membenarkan.
Kemudian dengan predikat qunuut, yaitu
patuh dengan penuh suka rela. Kemudian
dengan predikat tobat, yaitu mencabut diri
dari berbuat dosa. Kemudian dengan predikat
ibadah, yaitu bersenang-senang menikmati
munajat kepada Allah SWT. Kemudian dengan
predikat as-Siyaahah yang merupakan kata
kinayah atau metonimi dari puasa. Adapun
predikat janda dan perawan, kedua predikat
ini tentu tidak bisa disandang sekaligus oleh seorang perempuan dalam waktu yang sama.
Dari itu kedua kata ini disebutkan dalam
bentuk 'athaf. Seandainya tidak digunakan
wawu 'athaf di sini, tentu maknanya menjadi
rancu. Penyebutan dua predikat ini disebabkan
memang para istri Rasulullah saw. ada yang
beliau nikahi ketika masih gadis dan ada pula
yang beliau nikahi ketika telah janda.
Fiqih Kehidupan atau Hukum-Hukum
Ayat-ayat di atas menunjukkan sejumlah
hal sebagai berikut.
1. Allah SWT menegur Nabi-Nya,
Muhammad saw. atas langkah beliau
membuat pantangan dan menahan diri
dari mengonsumsi sesuatu yang dihalalkan oleh Allah SWT. Tidak seyogianya
seseorang mengharamkan dirinya mengonsumsi atau melakukan sesuatu yang
mubah, surat Al-Ma'idah (5) ayat 87 Allah SWT berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحَرِّمُوْا طَيِّبٰتِ مَآ اَحَلَّ اللّٰهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْا ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengharamkan apa yang baik yang telah dihalalkan Allah kepadamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Asy-Sya'bi mengatakan di samping
mengharamkan diri beliau mengonsumsi
atau melakukan sesuatu yang dihalalkan
Allah SWT bagi beliau, waktu itu beliau
iuga bersumpah. Beliau ditegur atas pengharaman itu, dan beliau juga membayar
kafarat sumpah tersebut, dan ini maksud
ayat قَدْ فَرَضَ اللّٰهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ اَيْمَانِكُمْۚ Teguran ini
menjadi dalil dan bukti petuniuk yang
kuat dan tak terbantahkan bahwa AlQur'an benar-benar berasal dari sisi Allah
SWT. Tidak masuk akal dan tidak lazim
seseorang menegur diri sendiri atau memublikasikan perselisihan pribadi yang
terjadi dalam rumah tangganya yang menjadi berita yang akan selalu dibaca.
2. Sesungguhnya sekadar menahan diri
dari mengonsumsi suatu makanan atau
minuman tanpa disertai sumpah bukanlah merupakan bentuk sumpah. Perkataan seorang laki-laki, "lni adalah haram
bagi diriku" tidak memiliki implikasi dan
konsekuensi hukum haram kecuali jika
itu dikatakan oleh seorang suami kepada istrinya, itu menjadi sumpah iilaa'
terhadap si istri. Ini adalah pendapat
jumhur. Sementara itu, imam Abu Hanifah
mengatakan sesungguhnya mengharamkan bagi diri sendiri makanan, minuman,
pakaian, dan sesuatu yang mubah lainnya,
merupakan sebuah bentuk sumpah yang
mengharuskan kafarat. fika ada seorang
suami mengharamkan istrinya bagi dirinya, berarti ia telah melakukan sumpah
iilaa', sebagaimana yang sudah pernah
disinggung di atas.
Sebenarnya, dalam persoalan ini tidak
ada suatu nash yang bisa dijadikan sebagai landasan dan pegangan. Barangsiapa yang
berpatokan pada prinsip al-Baraa'ah alAshliyyah (asas praduga tak bersalah,
presumption of innocence) ia akan berpendapat bahwa pernyataan seperti itu
tidak memiliki konsekuensi hukum apaapa. Sedangkan pihak yang mengatakan
bahwa hal itu adalah bentuk sumpah, ia
akan beralasan bahwa Allah SWT menyebutnya sumpah. Barangsiapa yang
mengatakan hal itu berkonsekuensi kafarat dan bukan merupakan sumpah, ia
berpegangan pada salah satu dari dua
alasan. Pertama, dugaan bahwa Allah
SWT mewajibkan kafarat di dalamnya,
meskipun itu bukanlah sumpah. Kedua
bahwa semangat atau makna sumpah
menurutnya adalah at-Tahriim (pengharaman bagi diri sendiri) sehingga wajib
membayar kafarat atas dasar pertimbangan makna tersebut.
Barangsiapa yang mengatakan bahwa
perkataan seorang suami kepada istrinya
seperti itu merupakan bentuk talakraj'i,ia
memandang dan memaknai kalimat yang
ada dalam konteks kemungkinan makna
yang paling rendah dan ringan. Istri yang
ditalak raj'i sudah haram disetubuhi.
Barangsiapa yang mengatakan bahwa
pernyataan seperti itu merupakan bentuk
talak tiga, ia memaknai dan memandang
kalimat yang ada dalam konteks kemungkinan makna yang paling tinggi
dan berat, yaitu talak tiga. Barangsiapa
yang mengatakan hal itu adalah zhihaan
ia beralasan karena zhihaar adalah tingkatan pengharaman yang paling rendah,
karena zhihaar merupakan pengharaman
yang tidak sampai merusak ikatan pernikahan yang ada. Barangsiapa yang mengatakan bahwa itu adalah talak baa'in,
ia berpegangan pada alasan bahwa talak raj'i tidak sampai menjadikan si istri yang
ditalak haram bagi suami (karena masih
bisa dirujuk), dan bahwa talak yang menjadikan istri yang ditalak haram bagi
s,uarni adalah talak baa' in
3. Melepaskan diri dari sumpah adalah dengan membayar kafaratnya. Yang zahir
adalah Rasulullah saw. dalam kasus ini
juga bersumpah di samping mengharamkan diri beliau (menahan diri) dari
mengonsumsi madu bahwa menurut keterangan yang lebih shahih, beliau waktu
itu membayar kafarat sumpah beliau itu.
Kafarat berfungsi menambal dan memperbaiki celah yang terjadi.
f ika ada seorang laki-laki mengharamkan budak perempuannya atau istrinya, ia
harus membayar kafarat sumpah. Hal ini
berdasarkan hadits yang diriwayatkan
oleh imam Muslim dalam Shahihnya dari
Abdullah bin Abbas r.a., ia berkata,
"Barangsiapa mengharamkan istrinya
bagi dirinya, maka itu adalah sumpah
yang ia kafarati. Abdullah bin Abbas r.a.
membaca ayat dua puluh satu surah alAhzaab,'Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan y ang b aik b agimu."'
4. Kaum perempuan, disebabkan rasa cemburu alamiah yang sangat besar pengaruhnya, memiliki berbagai tingkah laku,
sikap, dan perilaku yang aneh-aneh di
antara sesama mereka.
5. Menyembunyikan dan menjaga rahasia
adalah sesuatu yang sangat sulit bagi kaum perempuan. Rasulullah saw. pernah
berbicara secara rahasia kepada istri
beliau, Hafshah r.a., tentang pengharaman
madu atau Mariyah bagi diri beliau,
atau tentang perkara kekhilafahan Abu
Bakar ash-Shiddiq r.a. dan Umar bin
Khaththab r.a. sepeninggal beliau. Waktu
itu, Rasulullah saw. berpesan kepadanya
supaya menyimpan dan menyembunyikan
rahasia itu baik-baik, namun ia justru
membocorkannya kepada Aisyah r.a..
6. Manusia sering lupa bahwa sesungguhnya
Allah SWT Maha Mengetahui tentang dirinya dan segala hal ihwalnya sehingga ia
pun berperilaku seperti perilaku orang
yang lalai, tidak menyadari dan tidak memahami apa yang dilakukannya, tidak
memperhitungkan sebagaimana mestinya
terhadap Dzat Yang senantiasa melihat
dan mengawasinya serta akan menghisab
dirinya atas semua amal perbuatannya.
Inilah yang pernah dialami Hafshah r.a.
yang dibuat kaget oleh Rasulullah saw
karena beliau mengetahui apa yang telah
dilakukannya dan memberitahukan kepadanya bahwa Allah SWT telah memberitahukan hal itu kepada beliau.
7. Al-Qur'an adalah pendidikan, tarbiyah,
dan pengajaran. Dari itu, Allah SWT
menyuruh Hafshah r.a. dan Aisyah r.a.
agar bertobat atas sikap mereka berdua
itu, yaitu menyalahi Rasulullah saw., tidak
menyukai apa yang beliau sukai dan tidak
membenci apa yang beliau benci, tidak
mengagungkan dan tidak memuliakan
kedudukan dan martabat beliau serta
tidak menjaga rahasia beliau sebagaimana
mestinya. Oleh karena itu, hati mereka
berdua telah condong menjauh dari kebenaran, yaitu bahwa mereka berdua
menyukai dan menginginkan apa yang
sebenarnya dibenci dan tidak diinginkan oleh Rasulullah saw. yaitu menjauhi budak
perempuan milik beliau [Mariyah alQibthiyyah) dan menjauhi madu, padahal
beliau sangat menyukai madu, mencintai,
menyayangi, menghargai, dan menghormati kaum perempuan.
8. Allah SWT mengancam Hahfshah r.a. dan
Aisyah r.a. bahwa iika mereka berdua
bantu-membantu dan bersinergi untuk
menyakiti, melukai perasaan, menyusahkan, dan menyalahi Rasulullah saw.,
sesungguhnya di sana ada gelombang
perlindungan, penjagaan, pertolongan,
pengawalan, dan pengamanan untuk
Rasulullah saw. dari Allah SWT, para maIaikat, )ibril a.s. dan orang-orang Mukmin
yang saleh seperti bapak mereka berdua
Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. dan Umar bin
Khaththab r.a..
9. Allah SWT juga mengancam mereka
berdua dengan ancaman lain yang lebih
menyakitkan dan lebih keras efeknya
terhadap jiwa, yaitu jika Rasulullah saw.
menceraikan mereka berdua dan menceraikan istri-istri beliau yang lainnya,
Allah SWT memberi ganti kepada beliau
dengan istri-istri lain yang lebih baik dan
lebih utama daripada mereka di dunia dan
akhirat.
Ini merupakan janii dari Allah SWT
kepada Rasul-Nya saw., penginformasian
tentang kuasa Ilahi, sekaligus mengintimidasi dan menakut-nakuti mereka,
meskipun Allah SWT tahu bahwa beliau
tidak menceraikan mereka Ciri-ciri, sifat-sifat, dan predikat
para perempuan yang dijadikan sebagai
pengganti para istri Rasulullah saw. yang
sekarang adalah sangat sempurna. Yaitu
bahwa mereka adalah para perempuan
Muslimah yang senantiasa tunduk kepada perintah Allah SWT dan perintah Rasul-Nya, beriman, membenarkan, mematuhi, dan meniuniung tinggi apa yang
diperintahkan kepada mereka dan apa
yang dilarang bagi mereka, senantiasa
taat, bertobat dari dosa-dosa mereka, senantiasa memperbanyak ibadah kepada
Allah SWT rajin berpuasa atau berhijrah,
di antara mereka ada yang janda dan ada
yang perawan.
10. Manakala Hafshah r.a. membocorkan
rahasia yang ada kepada Aisyah LA.,
Rasulullah saw. pun menutup diri terhadap para istri beliau dan menjauhi
mereka selama dua puluh sembilan
hari. Lalu Allah SWT menurunkan ayat, يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَآ اَحَلَّ اللّٰهُ لَكَۚ Ini adalah apa
yang diriwayatkan oleh Daruquthni dari
Abdullah bin Abbas r.a. dan Umar bin
Khaththab r.a. bahwa Rasulullah saw,
mengharamkan Mariyah atas diri beliau Imam Muslim meriwayatkan dalam
Shahihnya sebuah kisah panjang yang
intinya adalah ketika Rasulullah saw.
menutup diri terhadap istri beliau,
menarik diri dari mereka dan menjauhi
mereka, sementara orang-orang di masjid
ramai membicarakan bahwa Rasulullah
saw. telah menalak istri-istri beliau.
Hal itu terjadi sebelum turun perintah
hijab. Umar bin Khaththab r.a. pun pergi
menemui Aisyah r.a. dan Hafshah r.a.
dan menegur mereka berdua atas sikap
mereka berdua menyakiti hati Rasulullah
saw.
Kemudian, Umar bin Khaththab r.a.
datang menemui Rasulullah saw. yang
ketika itu sedang berbaring di atas hashiir
falas yang terbuat dari anyaman daun,
seperti daun kurma dan yang lainnya,
tikar). Beliau duduk dan tampak alas
tersebut membekas pada tubuh beliau,
Umar bin Khaththab r,a. melaniutkan ceritanya, "Lalu aku pun memerhatikan
bilik tempat Rasulullah saw. menutup
diri. Di dalamnya aku melihat segenggam
gandum sekitar satu shaa', di sudut
kamar ada segenggam daun akasia, dan
aku juga melihat selembar kulit binatang
yang belum selesai disamak tergantung
di dalam bilik beliau. Kedua mataku
pun meneteskan air mata. Melihat hal
itu, Rasulullah saw. berkata kepadaku,
"Memangnya apa yang membuatmu menangis wahai Ibnul Khaththab?" Aku menjawab, "Ya NabiAllah SWT, bagaimana saya
tidak menangis menyaksikan semua yang
telah saya lihat. Anda hanya beralaskan
tikar yang membekas di tubuh Anda. Ini
adalah kondisi bilik Anda, di dalamnya
saya tidak menemukan apa-apa selain
apa yang aku lihat. Sementara Kaisar
(penguasa Romawi) dan Kisra (penguasa
Persia) bergelimang dalam kemewahan
buah-buahan, taman-taman, dan sungaisungai. Sedangkan Anda yang merupakan
Rasul Allah SWT dan makhluk pilihan-Nya,
tinggal dalam bilik seperti ini." Rasulullah
saw. bersabda, "Wahai Ibnul Khaththab,
tidakkah kamu ridha, terima dan senang
jika akhirat untuk kita, sedangkan dunia
untuk mereka?" Aku menjawab, "Ya, saya
ridha, senang, dan terima."